Nepal – Nagarkot : Kisah Makhluk Ajaib dan Lembah Halimun


Setelah berjam-jam terkurung dalam mobil kecil dari Lumbini Ke Kathmandu, bersama Santa yang jeda bicaranya sedikit ditambah dengan gempitanya musik pop berbahasa Hindi, rasanya lega sekali berada di kendaraan lain yang membawa saya ke Nagarkot. Sebelumnya, Santa telah mengatakan bahwa ia tak memahami jalan ke Nagarkot sehingga ia akan digantikan oleh pengemudi lain yang lebih mengenal daerah itu. Tentu saja saya tak keberatan selama tujuan sampai di hotel bisa tercapai. Begitulah ceritanya hingga saya duduk di mobil Honda baru yang terasa mewah ini.

Wangi khas mobil baru yang tercium lekat di hidung menunjukkan mobil ini belum lama keluar dari dealer. Semuanya terasa masih brand new. Bisa jadi ini mobil pemiliknya, bukan untuk disewakan. Beruntunglah saya bisa mencobanya…

Early Bird and The Misty Valley
Early Bird and The Misty Valley

Cool but…

Kemudian datanglah laki-laki pengganti itu lalu menyalami saya selayaknya orang yang saling berkenalan. Ada senyum tipis di wajah Orientalnya. Wajah campuran yang umum terlihat di sekitar Nepal dan Tibet. Cool… Menarik, seperti magnet. Keren abis… *anakdansuamibawakatapel

Tak cuma sekali saya melirik mengamati caranya mengemudikan kendaraan di perbukitan menuju Nagarkot, terlihat sangat trampil namun santai. Bahkan saya mendengar musik meditatif yang menenangkan seperti Om Mani Padme Hum, dipasang dengan volume kecil tapi terdengar. Di langit luar bulan terlihat begitu terang, supermoon yang waktunya telah dekat, seakan menemani perjalanan saya menuju Club Himalaya Resort untuk menghabiskan malam terakhir perjalanan saya di Nepal. Berdua menembus malam di Lembah Kathmandu *katanenekberbahaya

Namun ada yang salah. Situasinya terlalu hening. Seperti pasangan yang ngambeg. Saya teringat Santa yang hampir tak pernah diam, sementara makhluk di sebelah saya ini terlalu pendiam. Jika ia tak mengemudi, mungkin saya pikir dia patung. Bahkan saya tak ingat namanya. Mungkin dia tadi menyebutkan, mungkin juga tidak, tapi yang pasti saya tak menyukai keheningan ini.

Saya ingin memecahkan keheningan ini dan melihat lampu-lampu desa di puncak bukit.

“Is that Nagarkot?“ sambil menunjukkan lampu-lampu di atas bukit

Kepalanya menggeleng, “No”

Di mobil seperti ada setan lewat karena begitu hening, kecuali suara sayup musik… sepi…

“So where is Nagarkot?”

Dia tersenyum dalam gelap, hanya menunjuk kearah yang berbeda, tanpa bicara, lalu wajahnya ke jalan lagi… Damn!

Karena melihat penampilannya yang rapi seperti pemilik mobil, saya iseng bertanya kepadanya lagi,

“Is this your own car?”

“No”

Entah benar atau tidak, sama nilai kemungkinannya. Kembali senyap.

Bisa jadi dia penganut fanatik ‘jangan ganggu pengemudi yang sedang mengemudikan kendaraan’. Baiklah, I do it my way. My Kejahilan 😀 Saya memutar tubuh lalu memandang langsung ke wajahnya. Bukan manusia jika intuisinya tak memberitahu ada mata yang memandangnya. Dan BERHASIL, ia jengah ditatap lalu menoleh dengan ekspresi stress berada di dekat perempuan 😀 Yang bisa sukses dilakukannya adalah menetralkan suasana. Tersenyum manis. LOL

“Where are you from”, tanyanya basa-basi

Ahaa, daripada diam seperti patung, lebih baik berbasa-basi. Saya memutar tubuh kembali menghadap  depan sambil menertawakan dirinya yang tak tahan diperhatikan seorang perempuan dan menjawab singkat seakan tak peduli, “Indonesia”

Dan hening lagi seperti di kuburan. Cape deh…

Saya mengalah padanya dan pada situasi serta tak berharap ada komunikasi yang lancar. Benar, dia hanya menjawab Yes atau No, walaupun selalu ada senyum di latar belakangnya.

“You drive so well, when and how did you learn to drive?”

“Yes”

Saya tak peduli dijawab demikian olehnya, tetapi kali ini benar-benar hmmm… apa yaa… makhluk di sebelah saya ini, -walaupun cool menarik seperti magnet-, something is very wrong with him… 😀

Walaupun bukan urusan saya, namun saya ingin tahu apa yang dia lakukan setelah menurunkan saya di Nagarkot karena dia akan kembali mengantar saya ke bandara keesokan harinya.

“Where do you stay tonight?” (belakangan baru sadar, pertanyaan ini bisa diartikan berbeda, kalau ia mengerti)

“Yes”

Gggggrrrrr…*siapsiapambilpacul

Saya mengerutkan kening, mencoba menyederhanakan kalimat saya.

“Here at Nagarkot?”, sambil memperagakan tidur.

“Yes”

“Where”

“Yes” Dia tersenyum, tanpa rasa salah…

Bruuuk… Saya seperti menabrak tembok. Whatever, saya menyerah. Makhluk laki-laki di sebelah saya ini sesungguhnya keren, tetapi sama sekali ga nyambung. Ya sudahlah, lebih baik saya mengambil langkah seperti dia, senyum terus sampai hotel. Senyum dibalas senyum sama dengan damai. 😀

Akhirnya sampai juga di Club Himalaya Resort dan dengan berbagai cara dia mengupayakan agar saya memahami bahwa dia akan menunggu besok pagi jam sembilan di tempat parkir. Sebenarnya saya sudah mengerti, tetapi saya membiarkan dia untuk berlama-lama berbahasa tubuh. Hahaha…

The Misty Valley, Nagarkot
The Misty Valley, Nagarkot

Lembah Halimun

Lelah karena berjam-jam melakukan perjalanan dari Lumbini dan ditambah keharusan menghadapi makhluk ajaib serta mengantri menunggu check-in yang lama, saya langsung terlelap begitu selesai membersihkan diri. Sebenarnya rencana awal adalah menikmati sunset di Nagarkot dan berjalan-jalan di lembah yang terkenal penuh dengan kabut itu. Tetapi apa daya, saya datang saat malam sudah datang dan Dia Yang Penuh Kasih Sayang telah menghapus rencana menikmati malam terakhir di Nepal dengan memberikan saya tidur yang amat nyenyak.

About Sunrise in Nagarkot
About Sunrise in Nagarkot

Esoknya saya terbangun sebelum matahari terbit lalu bergegas menyelesaikan kewajiban pribadi. Udara dingin terasa memeluk pagi. Saya menyibak gorden di jendela. Di luar masih gelap, tetapi saya tak mau melewatkan hari terakhir di Nepal begitu saja. Inilah tujuan saya menginap di Nagarkot, menyambut matahari pagi.

Tak lama terdengar suara kepak sayap burung-burung pagi yang telah meninggalkan sarang, mencari makan, yang suaranya datang dari teras balkon. Saya membuka pintu, udara dingin lembah langsung menerpa wajah. Jauh di horison, pegunungan Himalaya tampak kecil berjejer dengan puncaknya yang tertutup salju. Ufuk Timur mulai berpendar kuning keemasan, tanda Sang Surya beranjak bangun dari tidur. Lembah Nagarkot di hadapan berselimut halimun. Indah. Walau tak seluarbiasa sunrise di Raniban Retreat di Pokhara, keindahan Nagarkot ini tetap menimbulkan rasa haru. Indah dan rasanya berbeda.

Pelan-pelan pagi merekah menyibakkan halimun yang menyelimuti lembah. Sinar matahari sejenak memantulkan cahaya keemasan dari puncak-puncak gunung yang tertutup salju lalu berlomba dengan awan yang bergerak cepat hendak menyelimuti puncak-puncak itu. Pagi yang indah itu tak lama, tetapi birunya langit tetap mewarnai keindahan pagi di Nagarkot.

Saya menyempatkan diri berjalan-jalan di sekitar halaman hotel, menikmati pagi terakhir di bumi Nepal. Rasanya langkah ini adalah langkah menjauh dari bumi Nepal karena waktunya akan tiba dalam beberapa jam lagi. Dan waktu pun terus berjalan, tak peduli apapun, tanpa belas kasihan. Akhirnya datang juga waktu untuk melambaikan tangan kepada kamar di Nagarkot. Belum juga 24 jam, saya sudah harus meninggalkan tempat indah ini. Tepat jam 9, saya pun turun dari lobby menuju tempat parkir.

Dibanjur Air

Dia yang tidak-saya-ketahui-namanya, si makhluk ajaib, berdiri setengah bersandar di depan kap mobil. Tersenyum.

Setelah basa-basi menanyakan kabar, dia membukakan pintu untuk saya. Duh seperti tuan puteri. Teringat berbagai peristiwa komunikasi gagal di malam sebelumnya, saya tak berharap banyak. Seandainya nyambung tentunya sangat menyenangkan berkendara dengannya di pagi yang indah ini.

Pagi itu saya baru melihat keindahan lembah Nagarkot dengan hutan pinusnya yang cantik yang semalam sebelumnya hanya gelap menyelimuti. Keajaiban bertambah karena kali ini dia memulai pembicaraan.

“It’s beautiful…” katanya sambil menunjuk sinar matahari yang menyeruak lembut dari balik pohon-pohon pinus.

Bukannya menanggapi, saya hanya mengangguk tak memperhatikan karena sibuk mengambil foto-foto hutan. Rasanya malas memulai ‘pembicaraan’ tak berujung sehingga saya hanya melempar pertanyaan mudah dan bisa dijawab Yes atau No tanpa perlu berpanjang cerita. Tanpa disadari, saya sudah menjadi seperti dia semalam.

The Pines of Nagarkot
The Pines of Nagarkot

Dan… dalam waktu singkat, bandara Tribhuvan International Airport di Kathmandu sudah di depan mata. Saat bersiap-siap, saya mengangkat tas tangan yang diletakkan di kaki. Tapi… What! Ada air menggenangi tas tangan. Tak berpikir panjang, -karena didalamnya ada tas kamera-, saya langsung angkat tas tangan ke pangkuan yang serta merta membuat celana panjang saya basah. Secepat kilat saya keluarkan tas kamera dan tas kecil untuk paspor, uang dan tiket. Dan terlihatlah biang keroknya. Botol minum plastik yang masih tertutup tetapi isinya tinggal setengah. Pasti tutupnya tidak 100% menutup.

Saya tahu pada saat mencoba menyelamatkan tas tangan dari air yang menggenang dekat kaki, makhluk ajaib di sebelah saya itu tahu something wrong has happened tapi tidak tahu persisnya. Ia kesulitan bertanya. Mencoba memahaminya, saya menjelaskan dengan mengatakan Water! sambil menunjuk ke bawah. Tanpa melepas tangan dari kemudi, ia mencoba melihatnya dari tempat duduknya.

Di tempat drop-off bandara, saya memandangnya dengan perasaan bersalah. Air yang menggenang karpet mobil itu akan menimbulkan bau tak sedap jika tidak langsung dikeringkan dan divacum. Wangi baru dari mobil pasti akan sirna. Tetapi dia berkali-kali tersenyum sambil berkata, it’s Okay, no problem.

Dia, si makhluk ajaib, memiliki hati yang sungguh baik…

Saya turun dengan celana bagian paha basah kuyup dan kedua tangan terasa penuh memegang tas-tas kecil berisi barang penting yang basah terkena air. Dengan hati yang tak enak dan campur aduk ditambah rasa bersalah, saya memandang makhluk ajaib itu turun mengatasi masalah yang saya timbulkan. Tapi saya tak mampu berbuat lebih, karena harus bergegas menuju ruang keberangkatan.

Setelah begitu banyak anugerah berlimpah selama di Nepal ini, di hari terakhir ini rasanya saya dibanjur air (sedikit banyak dalam arti yang sebenarnya!). Dengan pakaian basah, tangan penuh barang setengah basah, saya melangkah ke dalam. Peristiwa ini, sepertinya sebuah tanda… Apa artinya belum bisa saya pahami sekarang, tetapi pasti ada maknanya. Dan tentu saja peristiwa itu bukanlah sebuah kebetulan…

*

Baca rangkuman dan seri perjalanan di Nepal : Perjalanan Dengan Itinerary Dari Yang Kuasa

17 tanggapan untuk “Nepal – Nagarkot : Kisah Makhluk Ajaib dan Lembah Halimun

  1. Bagi saya, maknanya adalah jangan berpikir jahil soal orang lain, hehe. Mungkin ini semacam teguran dari Yang Di Atas karena kita terlalu jauh menduga bagaimana sifat dari seseorang dan kadang dugaan kita agak keterlaluan. Saya pun pernah beberapa kali mengalami hal seperti ini. Kadang saya terlalu meremehkan orang, tanpa sadar memandangnya rendah, kemudian punya pandangan sebelah mata atau yang sama sekali berbeda. Kemudian Tuhan menegur. Mungkin Tuhan bilang, “Eh tolong ya itu pikiran sama orang lain jangan kejauhan, plis deh nggak semua orang seperti itu.” Ya kira-kira begitu kali ya. Cuma memang teguran itu datang in the most convenient way possible. Seakan-akan didesain khusus untuk menyadarkan kita. Dan itu telak.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Great Gara… saya akan cerita di postingan berikutnya karena ya flow kisahnya memang harus begitu rupanya… tetapi benar katamu itu bahwa pandangan kita terhadap orang lain seringkali tidak sesuai yang sebenarnya menyesatkan diri sendiri. Thank you ya Gara… aku senang dengan phrase-mu… in the most convenient way possible…pas banget. Ga pergi kemana2 long weekend ini Gar?

      Suka

      1. Mestinya pergi. Cuma saya lagi sakit. Jadi semua jadwal perjalanan di long weekend bulan ini saya batalkan. Hiks.
        Hahay, semoga saya dipertemukan dengan postingan selanjutnya ya. Hehe.

        Disukai oleh 1 orang

    1. Iya benar… pendiam dan pemalu. Dan sebagai orang Nepal biasanya ga pernah mau kelihatan kehilangan muka dg menunjukkan kemarahan. Jadi selalu tersenyum. Setuju, dasarnya baek… hehehe…

      Suka

  2. Saya pernah juga ngalamin kejadian yang agak mirip. Persisnya lupa di mana, tapi waktu itu saya coba ajak ngobrol drivernya, tanya-tanya mengenai tempat tersebut, dll. Tapi karena Bahasa Inggrisnya terbatas dia pun nanggepinnya iriiit banget. Ya mau gimana lagi, dan saya pun biasanya kalo udah gini pasti ketiduran.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Yah, memang mau gimana lagi kalau memang sudah begitu kan? Tapi masalahnya, hihihi… saya pakai sedikit jahil sih… hahaha… dan ga bisa tidur juga (jarang bisa tidur di mobil kalo ga kenal bener), takutnya dibawa ke tempat laen hahaha…

      Suka

  3. Pasti rasanya waktu terasa berhenti ya Riyanti, berada di samping orang yang pendiam seperti itu. Tapi, itulah. Kita tak bisa melihat dari penampilan luar saja. Ternyata, dia hatinya baik… hehehhe

    Disukai oleh 1 orang

  4. butuh ekstra sabar memang, saat menghadapi orang yang pendiam, ibaratnya nunggu dia terpancing dan mau membuka diri (dalam artian positif)

    Disukai oleh 1 orang

    1. Benar mas Hendi… biasanya siiih saya agak sabaran atau paling tidak, saya tdk terganggu dengan sikap diamnya. Tp entah kenapa saat itu ya jadi seperti itu. Bisa jd abis perjalanan panjang dg orang yg suka ngobrol lalu tiba2 diem2an… ya begitu deh. Tp dia baik banget lho… ceritanya ada di cerita Nepal yang terakhir, hihihi… makasih ya sudah dropping by…

      Suka

Please... I'm glad to know your thoughts

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.