Siapa yang tak mengenal Simpang Shibuya (Shibuya Crossing) yang terkenal dengan situasi scramble pada saat lampu lalu lintas bagi pejalan kaki berubah menjadi hijau? Di sana semua kendaraan berhenti dan pejalan kaki diperbolehkan menyeberang dalam marka pejalan kaki, ke jalan di sampingnya dan juga jalan di depannya atau bahkan ke arah diagonal dari kotak persimpangan. Rasanya sebuah situasi yang sangat familiar melihat gambar atau video di Jepang ini karena memperlihatkan begitu banyak orang melintasi sebuah persimpangan dalam satu waktu.

Bermula dari kemenangan menghadang penjahat yang melakukan penyerbuan ke Imperial Palace di Kyoto jelang akhir periode Heian (sekitar abad ke-11), Kaisar menganugerahkan gelar Shibuya menjadi nama keluarga kepada seorang ksatria yang telah berjasa menjaga eksistensi istana kerajaan itu. Lalu sesuai dengan rencana strategis kekaisaran untuk menjadikan Edo sebagai ibukota Timur (yang saat ini dikenal sebagai Tokyo), sang ksatria membangun kediamannya yang lokasinya tak jauh dari Edo, sebelah barat daya ibukota baru itu. Dan kastil Shibuya itu yang mampu bertahan lebih dari setengah millenium telah menjadikan daerah sekitarnya menjadi sebuah kawasan pedesaan yang kian ramai.
Keramaian sejak berabad lalu itu menunjukkan perkembangan selanjutnya. Tahun 1885 Shibuya menjadi sebuah stasiun kereta di jalur Akabane – Shibuya, yang dalam perkembangan di jaman modern menjadi jalur JR Yamamote line yang terkenal sebagai jalur kereta yang melingkari Tokyo. Di abad ke-19 itu pula karena banyak pabrik bermunculan, pembangunan rumah juga meningkat. Apalagi setelah gempa besar yang melanda Tokyo dan juga kebakaran besar akibat Perang Dunia II, Shibuya tidak turun pamornya sebagai pusat kegiatan masyarakat. Bahkan saat itu Shibuya menjadi lebih terkenal, karena pasar gelapnya mengingat masyarakat perlu menghidupi diri mereka sendiri terutama di masa ekonomi yang suram. Waktu berjalan terus dan sejalan dengan membaiknya perekonomian Jepang, Shibuya semakin menancapkan kukunya sebagai pusat kegiatan perekonomian di Tokyo. Toko dan pusat-pusat perbelanjaan megah, perkantoran, stasiun kereta yang semakin besar dan terintegrasi dibangun di Shibuya.
Beberapa kali melakukan perjalanan ke Tokyo, biasanya saya menyempatkan diri ke distrik Shibuya yang sibuk itu. Tentunya saya naik kereta dan berhenti di Stasiun Shibuya legendaris yang konon memiliki banyak pintu keluar. Tapi tentu saja, paling sering saya keluar melalui Gerbang Hachiko karena melaluinya saya bisa mencapai banyak destinasi. Lewat gerbang Hachiko ini, -selain menemui patung anjing Hachiko yang terkenal sebagai simbol kesetiaan-, saya bisa secara cepat mencapai Shibuya Crossing yang terkenal seantero dunia itu. Rasanya memang menarik melihat situasi “scramble” dari pejalan kaki. Bayangkan saja, dalam satu hari lebih dari ratusan ribu orang bisa melintasi penyeberangan itu dari segala arah menuju tujuannya masing-masing. Luar biasa kan? Benar-benar sebuah kawasan yang hectic di negeri Sakura itu.
Tak jauh dari Patung Hachiko, biasanya saya berdiri di sudut Shibuya Crossing dan menyaksikan keluarbiasaan di depan mata. Seperti melakukan countdown saat pergantian tahun baru, para pejalan kaki berdiri di pinggir jalan sambil menghitung dalam hati lampu lalu lintas berubah hijau untuk pejalan kaki. Begitu banyak manusia berdiri di sudut-sudut jalan menanti lampu berubah menjadi hijau lalu serta merta pejalan kaki tu memenuhi ruang dalam persimpangan. Seperti ratusan lebah yang terbang karena sarangnya dirusak, semua pejalan kaki yang tadinya berdiri di pinggir jalan tiba-tiba bergerak cepat menyeberang tanpa menabrak satu sama lain. Pemandangan yang luar biasa! Seakan memastikan bahwa Shibuya memang sebuah hub sejak berabad-abad lalu.
Ada banyak turis di dalam ratusan orang yang menyeberang dalam satu kesatuan waktu itu, berbaur bersama orang-orang lokal yang benar-benar membutuhkan simpang Shibuya itu. Turis lebih banyak terjun ke “kolam penyeberangan” hanya untuk merasakan sensasi berada di Shibuya Crossing. Mereka menyeberang dan kembali lagi, melakukan selfi atau wefie. Tidak jarang membuat video proses scramble itu dengan berbagai efek, termasuk efek Boomerang-nya Instagram. Pokoknya eksis di Shibuya 😀 😀 😀





Apalagi dengar-dengar katanya Stasiun Shibuya akan direvitalisasi, pastinya akan lebih megah dan tentunya berakibat Shibuya Crossing akan semakin hectic. Dengan semakin banyak gedung pencakar langit yang berisi perkantoran, mal dan tempat belanja eksklusif di sana, tidak heran Shibuya semakin ramai. Sekarang saja, amat mudah menemukan orang yang berbelanja di Shibuya 109, mal 10 lantai yang populer di kalangan perempuan muda. Termasuk bangunan baru Shibuya Stream yang memiliki 35 lantai yang penuh dengan toko, restoran, dan kafe.
Memang, Shibuya tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti dan akan terus menjadi primadona sebagai destinasi utama di Tokyo!
Pos ini ditulis sebagai tanggapan atas tantangan mingguan dari Celina, Srei’s Notes, A Rhyme In My Heart dan Cerita Riyanti tahun 2020 minggu ke-51 bertema Hectic agar bisa menulis artikel di blog masing-masing setiap minggu.