Akhirnya Istanbul


Entah berapa kali saya mendengar berita sesama pejalan yang melakukan perjalanan ke Turkiye untuk ke sekian kalinya. Bahkan yang bukan pejalan pun bisa bercerita tentang Turkiye yang dikunjunginya. Belum lagi agen perjalanan seakan berlomba membuat trip ke negara yang dipimpin Erdogan itu. Bagi kebanyakan orang Indonesia yang rata-rata beragama Islam, berwisata ke Turkiye, -yang penduduknya juga mayoritas beragama Islam-, seakan menjadi keutamaan. Biar makin seru, perjalanan ibadah umroh pun bisa ditambahkan trip ke Turkiye. 

Sementara, saya hanya berencana terus tanpa bisa pergi. Sejak pergi ke Turki harus menggunakan visa, lalu berubah menjadi e-visa hingga akhirnya pemegang paspor Indonesia bisa bebas visa, saya tidak juga menginjak negeri Ottoman itu. Dan Pemilik Semesta memang mengabulkan doa pada waktu yang tepat. Akhirnya setelah berencana bertahun-tahun, impian itu baru terwujud Desember lalu. Bahkan saya menginjak kota dua benua itu tepat pada hari ulang tahun. Benar-benar hadiah yang membahagiakan.

Blue Mosque at night

Kata orang, jika sebuah hadiah memang berjodoh untukmu, mau terlihat tidak memungkinkan pun, hadiah itu akan tetap datang padamu, tepat pada waktunya, tepat sasarannya. 

Itulah yang terjadi pada trip saya ke Turkiye ini. Jujur perjalanan ini paling tidak terkelola. Awal bulan Desember tiba-tiba saja perusahaan memutuskan untuk memperpanjang libur Natal dan Tahun yang tentunya disambut karyawan dengan sukacita. Bagi saya karyawan yang fakir cuti, ketambahan hari libur menjadi anugerah tersendiri kan? Masalahnya, awal Desember itu, saya sedang melakukan perjalanan keluarga ke Jepang, yang sudah direncanakan lama sehingga tentu saja, tidak mungkin menyiapkan perjalanan lain. Jadi tiket ke Istanbul baru dibeli sekitar seminggu atau sepuluh hari sebelum berangkat! Kebayang kan, betapa susahnya mendapat tiket pesawat di peak season, kalaupun ada, mahalnya tak terbayangkan!

Mau menuliskan itinerary? Duh tidak sempat lagi, karena pekerjaan harus dikebut sebelum libur akhir tahun. Belum lagi ketidakjelasan, apakah ke Turkiye itu perlu isi form masuk secara daring atau tidak. Akhirnya 12 jam sebelum jam keberangkatan saya baru dapat kepastian cara masuk ke Turkiye. 

Alhasil, saya harus menikmati antrian di bandara Soekarno-Hatta selama 1 jam gara-gara tidak sempat check-in online. Semuanya disyukuri saja, karena dapat tempat duduk di aisle bukan terjepit di antara penumpang lain. . 

Penerbangan langsung 12 jam dengan Turkish Airlines memang enak sekali dengan dua kali makan, meskipun yah waktu makan jam 11 malam dan sekitar jam 4 pagi waktu Turkiye. Hitung-hitung supper dan sahur sekaligus. Hiburan di pesawat  tersedia meskipun tidak saya manfaatkan karena kebanyakan tidur sih. Tetapi setelah makan yang kepagian itu, saya mempersiapkan diri karena Istanbul sudah dekat.

Finally, Alhamdulillah, yeeaaayy… sampai juga di Istanbul!

Kali ini, ledakan rasa gembira sampai di Istanbul, dihibahkan untuk diri sendiri sebagai kado ulang tahun, mengalahkan rasa haru yang biasa muncul ketika menjejak negara baru. Kalau saja saya lupa akan jaim, mungkin sudah loncat-loncat di garbarata. 

Welcome to Istanbul

Setelah meninggalkan garbarata, gambaran dinding, belokan, eskalator yang sebelumnya saya lihat di Youtube, kini ada di depan mata dan dimulailah perjalanan panjang itu. Jika jarak gate terjauh di Terminal 3 Soekarno-Hatta sudah dianggap jauh, maka menurut saya, menuju imigrasi di Bandara Istanbul masih lebih jauh. Dan entah kenapa kecepatan jalan saya makin meningkat, meninggalkan banyak orang di belakang. Jam 6 pagi itu hanya ada 1 orang di depan saya untuk keseluruhan tempat imigrasi. Bahkan petugasnya berebut untuk mendapatkan paspor saya. Tuhan sepertinya sedang bercanda dengan saya, begitu banyak orang ditinggal di belakang dan kini ada tiga orang petugas laki-laki ganteng memperebutkan saya hahaha… beneran dengan suara yang cukup keras, -saat saya harus berjalan ke kanan dan ke kiri mengikuti jalur antrian yang kosong melompong-, mereka meminta saya agar ke konter mereka!

Akhirnya saya memilih yang paling ganteng dan menyerahkan paspor dan boarding pass. Petugas ganteng itu membaca nama saya keras-keras (rasanya baru kali ini nama saya disebut keras-keras di imigrasi) sambil senyum-senyum. Saya mengangguk paham, nama saya yang berasal dari Yunani cukup terkenal di Turki. 

Tidak ada pertanyaan berapa lama saya tinggal, tinggal di hotel apa, apakah ada tiket pulang dan sebagainya. Begitu paspor dicap dan dikembalikan, saya bisa melenggang… Yes, saya sampai di Turki, beneran modalnya hanya paspor.. Yeay!

Just before the Passport control area

Lalu  jalan lagi yang rasanya tidak berujung bahkan dengan bantuan travelator pun bandara ini terasa sangat luas!

Di depan eskalator turun, terlihat ATM, segera saja saya ambil uang Lira karena saya sama sekali tidak membawa Lira atau Euro. Uang berhasil keluar dengan kartu BCA. uh, rasanya kayaaaa sekali memegang uang yang bisa digunakan. 

So what’s next? Setelah duduk sebentar di tempat pengambilan bagasi dan bertukar kabar dengan keluarga, saya membaca WA messages sudah banyak sekali dari keluarga, sahabat dan rekan kantor yang menyampaikan doa dan ucapan ulang tahun. Di Jakarta sudah mulai terik pastinya sementara di Istanbul ini, waktu subuh saja belum sampai. Merasa tanggung untuk ke kota, saya menunggu subuh di mushola dekat pengambilan bagasi. Tempat wudhunya rapi dengan tempat duduk, air dan sabun otomatis keluar dengan sensor serta tissue tersedia banyak sehingga tidak becek ketika meninggalkan area wudhu. 

Rasa sukacita sampai di Istanbul tak lagi meledak-ledak apalagi seselesainya shalat. Bahkan tergantikan dengan rasa haru, rasa syukur tak terhingga yang membuat mata otomatis berkaca-kaca. Sendiri di negeri jauh, di ruang tempat manusia beribadah, doa-doa dilangitkan, puji-pujian dilontarkan, hubungan antara manusia dengan Penciptanya memang terasa sangat spesial namun personal. Tak pernah ada kata-kata yang tepat bisa menjelaskan rasanya. Rasanya so blessed. 

Bandara Istanbul memang masih banyak yang bisa dinikmati, tetapi kota Istanbul sepertinya lebih menjanjikan sehingga mau tidak mau saya harus keluar dari bandara ini. Lepas pintu keluar, saya geleng-geleng kepala karena menyadari telah lupa mengisi baterai ponsel. Untungnya bandara ini menyediakan tempat charge ponsel di ruang publik bandara. Sambil menunggu saya memperhatikan orang yang hilir mudik. Bandara memang merupakan tempat berkumpulnya kenangan, ada yang memeluk melepas rindu, tangan terkembang sambil berlari berhias senyum di wajah, pelukan erat dan saling menempelkan pipi. Kebahagiaan itu sungguh menular, namun saya tak ingin membayangkan apa yang terjadi di lantai atas, di lantai keberangkatan, tempat air mata jatuh tersembunyi melepas sang tercinta. 

Elevator to the bus platform
The mosque outside of airport terminals

Untuk meninggalkan bandara menuju pusat kota yang berjarak hampir 50 km saya memilih menggunakan transportasi publik yaitu Metro dan bukan Bus. Sebenarnya lebih mudah naik bus namun ada tantangan tersendiri dengan menaiki Metro subway dengan beberapa kali transfer di negara baru tanpa mengenal bahasanya setelah saya hibernasi bertahun-tahun selama covid. Rasanya seperti baru pertama kali solo travel lagi dan rasa yang campur aduk itu perlu dialami kembali. 

Meninggalkan gedung terminal, saya berjalan menuju stasiun Metro yang cukup jauh, tetapi menyenangkan karena udara jelang akhir tahun itu memang lebih dari sejuk. Saya sempat memotret Masjid khas Turki dengan menara-menara yang tinggi sebelum turun ke lantai bawah. 

Berbekal Istanbulkart yang dibeli mesin-mesin otomatis, saya yakin bisa sampai ke hotel di kawasan Sultanahmet. Harga Istanbulkart sudah berubah jadi 70TL, yang sebelumnya hanya sekitar 50TL. Tidak heran, dalam waktu dekat pasti akan naik lagi mengingat ekonomi Turki lagi tidak baik-baik saja. 

Untung saja ada Google Map yang membantu dalam menggunakan subway atau Metro dari bandara Istanbul menuju Kagithane dengan biaya sekitar 18TL. Kereta bawah tanahnya tidak beda dengan MRT Jakarta. Bersih dan tidak penuh. 

Voilaaa… Out of Kagithane station

Metro di Istanbul ini belum terintegrasi sepenuhnya dengan transportasi publik lainnya seperti bus atau Metro lainnya meskipun halte atau stasiun lanjutannya terbilang dekat, sehingga saya harus ke permukaan dulu, menyeberang untuk berpindah kereta. Tetapi rasanya menyenangkan sekali begitu keluar ke jalan. Hawanya sangat enak, sejuk agak dingin, pohon tanpa daun, kotanya bersih, orangnya cakep-cakep hehe 

Ternyata di Istanbul ini bayar transportasi dengan Istanbulkart dilakukan di depan alias flat rate sekitar 15 TL atau sekitar 0.45 EUR (Rp 7500). Asik juga kan? 

Tram in front of my hotel

Akhirnya setelah 90 menit berkereta dari bandara dengan harga yang murah, dan berpindah-pindah stasiun, -tentunya sambil melihat-lihat pemandangan-, saya sampai juga di hotel yang berada di kawasan Sultanahmet dengan halte tram tepat di depan hotel. Saya pasti akan senang disini. 

Memang belum waktunya check-in, tetapi saya mendapat pengecualian kali ini. Katanya, karena saya sedang ulang tahun! Kamar yang saya pesan pun diberikan yang terbaik dari yang paling baik, dengan pemandangan Blue Mosque dan Hagia Sophia serta sedikit Ocean view. Ditambah kejutan lagi ada sepotong kue taart di kamar dengan lilin diatasnya! Ah, nikmat mana lagi yang kamu dustakan?

my birthday cake in the room

9 tanggapan untuk “Akhirnya Istanbul

    1. Iya Na, beneran berasa kayak baru traveling pertama kali, segirang itu lho.. qiqiqiq… kalo bisa aku masukin ke kope dehr tu cowo² ganteng trus dibagi-bagiin siapa aja yang mau.. tukang hamburger aja kece abis sampe aku meleleh hahahaha…

      Suka

  1. Membacanya bikin ikut senang, mbak. Saya waktu ke Istanbul masih ke bandara yang jadul, dan bandara yang sekarang bahkan belum mulai dibangun sama sekali. Cuma kalau bandaranya segede itu kalau transit dan pindah pesawat agak ngos-ngosan juga kali ya, apalagi kalau gatenya jauh hehe. Btw, ngomong-ngomong soal Turkish Airlines jadi ingat makanannya yang menurut saya enak untuk ukuran flight meal.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahaha emang segirang itu mas Bama, persis kayak baru ke luar negeri pertama kali, Sekarang kan Istanbul ada dua bandara, dua-duanya jauh dari pusat kota, tiga kalo Ataturk airport dihitung. Mungkin mas Bama dulu lewat Ataturk airport itu yang ada di barat daya kota ya? Kalo Istanbul airport sekarang ada di Barat laut, selain Sabiha Gokcen yang ada di bagian Asia. Kayaknya aku bakal balik sendirian lagi karena banyak banget kan peninggalannya sepanjang pantai aegean kan sampe bingung… hahaha…

      kalo soal besarnya, bisa jadi aku turunnya yang paling ujung ya, jadi emang berasa besar banget… dan kalo kepepet transfer beneran bakal cape ngos-ngosan sih…

      Turkish airlines emang enak makanannya mas Bama, tapi buat aku ya itu, karena aku pake penerbangan malam, jadi berasa kayak late supper and sahur, tapi ya enak hahaha

      Kapan ke Istanbul lagi mas Bama?

      Disukai oleh 1 orang

      1. Nah, iya saya waktu itu terbang ke Ataturk. Bener banget mbak, Turki itu surganya pecinta peninggalan bersejarah. Ada salah satu blog yang saya follow dan akhir-akhir ini tulisan di situ lagi banyak soal tempat-tempat menarik di Turki. Kalau Mbak Riyanti tertarik ini linknya ya: monkeystale.ca

        Tapi iya sih. Seenak-enaknya makanan pesawat, kalau disajiinnya pas jamnya orang tidur makannya kayak agak setengah kepaksa sih. Apalagi kalo makanannya gak enak. Udah bela-belain kurang tidur, eh makanannya anyep, hahaha.

        Duh dari dulu pengen sih balik lagi ke Istanbul, tapi entah kapan bakal beneran ngelakoninnya.

        Disukai oleh 1 orang

  2. Melihat foto-fotonya yang cantik, serasa saya diajak jalan-jalan ke Turki nih, Mbak.
    Ternyata yang selama ini tertunda untuk berkunjung ke Turki, rupanya malah dapat kejutan dari manajemen hotel.

    Selamat ulang tahun ya Mbak. Semoga panjang usia, murah rezeki dan berkah selalu dalam perjalanan hidupnya.

    Salam,

    Disukai oleh 1 orang

    1. Halooo…. pak? apa kabar ? Udah lama ga dapat komen dari Bapak lho… atau mungkin saya yang jarang posting hahaha… sehat kan yaa Pak… insyaAllah selalu sehat 🤲

      Iya nih pak, Allah baik hati bangeeeeetttt memberikan kesempatan ke Istanbul dengan segala kejutan-kejutannya.

      Awalnya mau nulis rangkuman dulu eh jadinya pas mendarat. Saya masih banyak tabungan tulisan nih… 🙏

      Suka

  3. Emang beda baca pengalaman orang yang jalan sendirian dibandingkan aku yang ke Turki karena jadi TL 🙂
    Aku kangen suasana eksplorasi kayak gini. Dari bandara naik kendaraan umum, lebih hidup rasanya. Dan gak pusing harus mikirin orang lain lol.

    Ditunggu cerita perjalanan di Turki lainnya.

    Disukai oleh 1 orang

Please... I'm glad to know your thoughts

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.