Japan – Haneda


Melalui jendela pesawat, saya melongok ke malam gelap itu, tampak kerlip-kerlip lampu jauh di bawah sana, ada kota besar, bisa jadi Hong Kong, Taipei atau Shanghai, entahlah… Saya masih teringat saat jelang malam mulai menghias pandang, semburat kuning yang cantik memberi pantulan awan-awan yang sangat luar biasa. Tetapi pemandangan tadi sudah ditelan malam, menurut perkiraan, penerbangan masih sekitar dua setengah jam lagi. Ah, saya memang tak sabar untuk bertemu kembali dengan Tokyo.

Heading Tokyo
Heading Tokyo

Rasanya waktu berjalan selambat kura-kura, tetapi akhirnya pilot memberitahukan akan segera mendarat di Haneda. Ah… finally! Saya kembali memandangi malam yang gelap di luar jendela itu, dengan rasa haru yang memenuhi kalbu. Dalam hitungan menit, perjalanan kami sekeluarga yang telah tertunda bertahun-tahun akhirnya akan terwujud. Dreams come true…

Roda-roda pesawat menyentuh landasan Haneda dengan sangat mulus, jauh berbeda dengan grunjalan saat lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta yang membuat hati miris. Dalam sekejap terlihat melalui jendela, selagi pesawat masih bergerak menuju terminal, kondisi bandara di luar yang terang benderang penuh dengan lampu-lampu rambu warna-warni. Welcome to Japan!

Haneda…!

Haneda dahulu merupakan sebuah nama kota, tetapi kini takkan pernah ditemukan lagi di peta Jepang modern, karena telah dihapuskan pada tahun 1947 sebagai akibat penggabungan wilayah Omori dan Kamata menjadi wilayah Ota yang dikenal hingga kini, dan hanya menyisakan 3 wilayah kodepos dari perkampungan nelayan jaman Edo: Haneda, Haneda Asahi-cho dan Haneda Kuko. Siapa yang bisa menduga daerah terpencil tak jelas itu pada akhirnya menjadi sebuah bandara yang terkenal ke seluruh dunia yang mampu menorehkan kenangan tak terlupakan? Ah, bukankah bandara merupakan tempat dua hati yang gembira karena berjumpa, tetapi juga ada hati yang retak terpisah dan tak sedikit yang dipenuhi rasa tak rela berpisah…?

Malam hampir mencapai puncak berganti tanggal, kantuk yang tergambar di wajah dengan cepat menghilang dan berganti dengan semangat penuh sukacita. Kami meninggalkan pesawat lalu menyusuri lorong lebar dengan travelator disana-sini hingga akhirnya sampai ke ruang imigrasi yang disambut  beberapa petugas yang tak lagi muda, sigap membagi pengunjung dengan sangat efisien. Keraguan  proses imigrasi akan berlangsung lama karena antrian orang yang mengular itu ternyata bisa langsung ditepis, karena sejak masuk antrian hingga meninggalkan imigrasi, kami berempat hanya perlu waktu 15 menit. Sambutan selamat datang pertama dari Haneda yang menyenangkan jiwa raga… Hanya 15 menit!

Kami melangkah mengabaikan koper yang berbaris di tempat pengambilan bagasi karena hanya ransel yang kami bawa. Petugas Customs yang merupakan lapis kedua pemeriksaan pengunjung sesigap petugas imigrasi sebelumnya, walaupun saya memiliki sedikit rasa bersalah telah menyembunyikan sekotak keju dan abon di dalam ransel 😀

Dia Yang Setia Menunggu

Beberapa menit kemudian kami telah sampai pada area publik. Lantai kedatangan yang luas itu masih dipenuhi orang yang berlalu lalang walaupun hari hampir berganti tanggal. Haneda memang bandara yang terkenal aktif di tengah malam. Saya berdebar melangkah menuju tempat yang dijanjikan, -yang terletak di sudut dari lantai keberangkatan, satu lantai di atas lantai kedatangan-, sambil mengingat-ingat arah sesuai peta yang dikirimkan beberapa hari sebelumnya.

Sesampainya disana, sambil mengucapkan ‘Konbanwa’ (Selamat Malam), saya menyapa perempuan yang mungkin bisa membantu mempertemukan saya dengannya. Perempuan Jepang itu menatap penuh selidik lalu berbalik dalam diam dan menjauh. Saya memandang punggung perempuan itu dengan sejuta harap, apakah saya bisa berjumpa dengannya. Saya percaya janji setianya menunggu sampai saya datang.

Detik waktu berjalan selambat kura-kura, satu detik, dua detik, satu menit, dua menit, perempuan itu gelisah menangkap pandangan saya yang terus mengikutinya. Sebelum menyerah, perempuan itu meminta bantuan seorang laki-laki di dekatnya dengan menggunakan bahasa Jepang. Saya berdebar, sejumput keraguan menghampiri, jangan-jangan dia tak pernah datang. Inikah artinya PHP? Bukankah tradisi Jepang tak mengenal harapan palsu? Udara AC yang seharusnya sejuk tak mampu mengalahkan udara yang lembab. Titik-titik keringat memenuhi leher dan dahi, sambil mengipas menahan sabar saya menunggu , tetap percaya dia tak pernah ingkar janji.

Akhirnya perempuan itu berbalik tersenyum menghadap saya kembali. Bersamanya. Bagaikan ladang kering yang bertahun tak mengenal hujan, senyum perempuan itu mengguyur habis kegelisahan yang ada. Dia ada disana. Setia menunggu saya datang menjemputnya.

Dia, sebuah paket mobile WIFI hitam yang telah saya pesan seminggu sebelumnya. Barang kecil pembawa kegembiraan karena memungkinkan kami untuk terus berhubungan dengan dunia luar, kerabat, teman-teman dan keluarga di Indonesia, sesuai tracking-nya memang telah sampai pada siang hari di tempat pengambilan dan setia menunggu saya 😀

Haneda - Departure Terminal
Haneda – Departure Terminal

Yang Tak Ternilai

Setelah pengambilan itu, wajah-wajah tercinta dihiasi rasa heran melihat saya melangkah lagi menuju sudut lain di lantai yang sama, menjauh dari pintu keluar. “Si Mama mau kemana lagi? Bukankah ini malah menjauhi stasiun kereta?”, mungkin demikian pikir mereka.

Saya melirik mereka semua yang mengikuti dengan yakin tanpa bertanya. Sebuah ide iseng penuh kejahilan tiba-tiba muncul di benak. Kalau saya jalan memutar lantai keberangkatan ini, mereka tidak akan tahu dan tetap mengikuti saya seperti bebek. Devil’s laughter nyaring berbunyi di kepala. Dengan muka lurus tanpa ekspresi saya tetap melangkah dan mereka terus mengikuti…

Rencana awal kami adalah tidur di kursi-kursi bandara menunggu pagi, tetapi saya penuh pertimbangan untuk hal ini. Dalam trip sebelumnya saya pernah mengajak mereka tidur di bandara namun kemudian diikuti muka zombie sepanjang hari saat mengunjungi tempat-tempat wisata yang diakhiri dengan si kakak yang sakit di akhir perjalanan dan tidak fitnya teman sekasur saya. Saya tak mau hal itu berulang di Jepang, karena banyak tempat wisata yang terlalu bagus untuk didatangi dengan muka zombie. Saya ingin seluruh keluarga bisa beristirahat dengan baik setelah perjalanan panjang dari Jakarta. Dan keesokan harinya bisa segar dengan mandi yang nyaman agar bisa menjelajah Tokyo. Istirahat cukup, apalagi di tempat yang enak, dan mandi dengan kesegaran baru, dua hal yang menentukan untuk mempertahankan kesehatan dan kegembiraan liburan bagi keluarga, karena kesehatan sungguh tak ternilai. Tentu saja harus ada yang dikorbankan, dan demi mereka saya memilih mengorbankan uang.

Saya terus melangkah dan mereka di belakang masih mengikuti saya seperti bebek… hihihi…

Di ujung lorong, di balik sudut itu, semuanya pasti berubah. Saya tahu dalam hitungan detik, salah satu dari mereka atau semuanya akan mengejar saya, mencubit atau memeluk sayang tak percaya. Bayangan tidur di kursi-kursi bandara perlahan mengabur. Saya sampai di ujung lorong.

Royal Park Hotel - Haneda
Royal Park Hotel – Haneda

Berbalik lalu memandang penuh cinta kepada mereka semua sambil melakukan group-hug, saya mempersembahkan kejutan hari pertama buat mereka agar bayangan tidur di kursi-kursi bandara menghilang,

Surpriseee…hotel kita malam ini

Dalam kegembiraan penuh sukacita yang melambung, kami semua berdiri di depan lorong dan membaca pelan-pelan tulisan yang berada di ujung, Royal Park The Haneda Hotel.

Waktunya berpelukan lagi…

Kejutan indah awal liburan menginap di hotel keren yang senyap di bandara yang sibuk, meskipun mahal… hal… hal… nget… nget… nget, mengantar kami ke alam mimpi penuh suka cita, menghapus lelah sebelumnya dengan senyum lebar menjadi kesegaran dan keceriaan penuh semangat baru untuk menjelajah Jepang.

Dan saya pun bermimpi kartu kredit berubah bentuk lalu hidup dan menagih hutang…

View from Haneda in the morning
View from Haneda in the morning

14 tanggapan untuk “Japan – Haneda

  1. kejutan kecil buat anak2 ya mbak
    biar sebentar pasti akan nyaman banget meluruskan pinggang dsn kaki di tempat tidur empuk
    dan liburan pun semakin menyenangkan

    Disukai oleh 1 orang

  2. Dulu pas masih masanya saya traveling irit seirit-iritnya saya sering banget tidur di kursi bandara. Kursi-kursi di LCCT sebelum bangunannya berganti ke yang megah seperti sekarang udah jadi langganan tempat saya merem sebentar. 🙂 Tapi semakin ke sini (baca: umur bertambah), semakin butuh sedikit kenyamanan supaya bisa mengeksplorasi tempat-tempat menarik di lokasi tujuan dengan lebih fresh. Tapi ya itu, untuk tiap trip sekarang nabungnya harus lebih banyak, hehe..

    Disukai oleh 2 orang

    1. Benerrr banget mas Bama, masa-masa nekad tuh yaaa… hahaha tapi asik aja…
      Emang umur ga bisa bo’ong minta kenyamanan walaupun perlu duit untuk itu hahahaha dan kerjaaaaaa lagu buat jalan2. Tapi kalo mas Bama kan udah ga perlu nabung lagi buat ngetrip, karena pasti ada rekening cadangan kan… qiqiqiqiq *kadungprofesi 😆😆😆

      Suka

  3. ah, ini heartwarming banget. saya ngebayangin soalnya jadi keluarga yang cuma bisa membuntuti terus nggak tahu mau ngapain, sudah bersiap berlelah-lelah dan eh, malah dapat yang nyaman sekali dan lebih dari yang dibayangkan. awal yang baik untuk memulai perjalanan dan semoga berakhir dengan baik juga ya mbak, hehe. cerita selanjutnya ditunggu. mohon maaf karena ketikan komentar saya agak berantakan, ini tombol keyboard ada yang rusak, hehe.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahaha… justru karena saya tau banget orang yang mbuntutin itu ga enak banget hahaha… makanya seneng banget liat wajah2nya saat surprise itu berhasil wkwkwk. Tentu masih ada lanjutannya dong… ditunggu aja deh…. 😆😆😆😆😆

      Disukai oleh 1 orang

  4. Aku tersentuh banget, mbak. Sebagai anak, aku tahu rasa sukacita itu hehehe. Setuju banget, aku pun kapok mengorbankan tubuh sendiri hanya demi budget hemat. Tubuh yang sehat dan segar adalah mood yang baik untuk melakukan perjalanan.

    Disukai oleh 1 orang

    1. One day, kan jadi orangtua juga Nug, ntar ngerasain juga versi sebaliknya, pastinya membahagiakan juga.
      Lagipula kasihan juga tubuh dipaksa kerjakeras pas liburan… kan seharusnya waktunya buat tubuh juga bersantai pas liburan kan… 😆😆😆

      Disukai oleh 1 orang

Please... I'm glad to know your thoughts

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.