Hwaseong Fortress: Menjadi Warisan Dunia Karena Sebuah Buku Tua


Dari sebuah benteng yang dirancang untuk menjadi Ibukota

Disusun dan dibangun dengan perhitungan rinci tanpa cela

Namun perlahan terlupakan karena pergantian para penguasa

Lalu hancur total akibat Jepang menyerang juga Perang Korea

Dua ratus tahun setelahnya Hwaseong seakan tak pernah ada

Namun dari sebuah buku, Hwaseongseongyeokuigwe namanya

Para ahli bersatu padu bekerja sama membangun sebuah citra

Dan dalam dua tahun Hwaseong Fortress yang hilang kembali ada

Abad-18 Hwaseong hanya merupakan bagian dari Istana Raja

Abad-20 Hwaseong telah menjadi bagian dari Warisan Dunia

*

Menjelang sore pada musim gugur di Suwon, Korea Selatan…

Hwaseong Fortress, salah satu UNESCO World Heritage Site di Korea Selatan, berdiri dengan megah. Benteng atau Fortress ini pada awal pembangunannya merupakan bagian dari Istana Haenggung, tempat kediaman sementara para Kaisar dari Dinasti Joseon di luar kediaman resminya di ibukota negeri. Dan Kaisar Jeongjo-lah yang menginstruksikan pembangunan benteng pertahanan sepanjang 5.5km ini mengelilingi sebuah kota yang dirancang mandiri sebagai pengungkapan bakti Sang Kaisar kepada ayahnya, Putra Mahkota Sadosaeja. Selain mendirikan benteng, sepanjang pemerintahannya, Kaisar Jeongjo senantiasa berupaya berbakti dengan cara membersihkan nama ayahnya yang dibunuh oleh tangan kakeknya sendiri.

Hwaseong Fortress - Suwon
Hwaseong Fortress – Suwon

Kata “Hwaseong” sendiri sesungguhnya memiliki makna filosofis yang sangat dalam, karena berasal dari salah satu pengajaran Konfusianisme, Jangja. Dalam karakter China, Hwaseong merupakan tempat yang diperintah oleh seorang tokoh legenda yang bijak dan bermoral sempurna yakni Kaisar Yao. Beliau adalah kaisar legendaris dalam sejarah Cina kuno yang kebajikannya digunakan sebagai model untuk kaisar Cina pada masa-masa selanjutnya. Masa pemerintahan Kaisar Yao merupakan waktu yang paling damai dan makmur dalam sejarah Cina kuno. Dengan dilatarbelakangi oleh pemahaman filosofis yang dalam itu, pembangunan Hwaseong Fortress di Korea Selatan menjadi luar biasa.

Hingga kini Hwaseong Fortress menjadi benteng dengan struktur terhebat dan penuh perhitungan yang pernah dibuat di dunia. Memiliki empat gerbang di setiap arah mata angin. Janganmun di Utara, Paldamun di Selatan, Changnyongmun di Timur dan Hwaseomun di Barat. Bahkan katanya setiap lubang diantara batu batanya diukur dengan presisi sehingga dapat menembakkan senjata, panah atau tombak panjang.

Dan kehebatan Hwaseong Fortress tidak berhenti sampai disitu. Benteng ini bahkan menjadi pelopor perencanaan pembangunan kota di tingkat dunia, dilihat dari segi kelengkapan sarana dan prasarana serta perencanaan matang yang sistematis dibandingkan pembangunan kota yang serupa pada jamannya seperti Saint Petersburg di Rusia atau bahkan Washington DC di Amerika. Sebuah pemikiran yang sangat hebat dari Kaisar Jeongjo, orang yang menginstruksikan pembangunan Hwaseong Fortress ini.

Sejarah mengisahkan ketika Kaisar Jeongjo bertempat tinggal sementara di Istana Haenggung dalam rangka kunjungan ke wilayah Suwon, Sang Kaisar mulai menginstruksikan pembangunan Hwaseong Fortress termasuk kota di dalamnya. Pada awalnya Kaisar Jeongjo merencanakan Hwaseong menjadi ibukota kedua dari Dinasti Joseon. Untuk itu, Kaisar Jeongjo berencana akan pindah ke istana Haenggung, untuk menikmati kota Hwaseong-nya, setelah ia menyerahkan tahtanya kepada penerusnya. Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, Kaisar Jeongjo mangkat dalam usia yang relatif muda pada tahun 1800 menyebabkan Hwaseong perlahan-lahan terlupakan oleh peradaban.

Janganmun North Gate of Hwaseong Fortress, Suwon (means capital city and welfare of the people)
Janganmun North Gate of Hwaseong Fortress, Suwon (means capital city and welfare of the people)

Dan UNESCO pun mencatat Hwaseong Fortress dalam daftar World Heritage Site…

Sebenarnya Hwaseong Fortress masih relatif berumur muda, sekitar 200 tahun, jika dibandingkan dengan seribuan obyek lainnya yang bisa mencapai ribuan tahun, untuk tercatat dalam daftar UNESCO World Heritaga Site. Ditambah lagi sebagian besar struktur asli sudah hancur karena penyerangan Jepang dan akibat perang Korea. Lalu apa yang menyebabkan tempat itu bisa terdaftar sebagai World Heritage Site?

Dan karena sebuah buku kuno, Hwaseongseongyeokuigwe, sehingga Hwaseong Fortress dapat direkonstruksi kembali mengikuti struktur aslinya. Hwaseongseongyeokuigwe merupakan buku arsip yang terperinci mengenai pembangunan Hwaseong Fortress. Di dalam buku ini seluruhnya tersimpan baik penjelasan arsitektur dan prosedur teknis yang diterapkan, lengkap dengan gambar-gambar dan disain strukturnya, dimensi struktur, penggunaan dan sumber bahan baku yang digunakan dan hal-hal kecil lainnya. Sungguh menakjubkan berdasarkan satu buku kuno berumur ratusan tahun itu, pembangunan kembali benteng ke bentuk aslinya bisa dilakukan dengan sangat mudah.

Para insinyur dan ahli teknik masa kini benar-benar mengikuti semua petunjuk yang diberikan dalam buku Hwaseongseongyeokuigwe, yang dimulai dari menemukan jenis yang tepat untuk menghasilkan bentuk dan kualitas batu bata yang digunakan. Setelah batubata diproduksi dengan benar, kumpulan batu itu digunakan untuk membangun tembok benteng seperti yang dijelaskan dalam dokumen.

Hwaseong Fortress sepertinya merupakan kasus pertama kali dan satu-satunya hingga kini, sebuah monumen sejarah yang hancur total dibangun kembali hanya berdasarkan dokumen tertulis. Kelengkapan Hwaseongseongyeokuigwe, yang penuh informasi ilmiah yang sangat detail, membuat monumen ini memungkinkan memenangkan gelar sebagai UNESCO World Heritage Site.

*

Setelah membayar tiket masuk, rencana melihat Gukgung (Korean Traditional Archery) di dekat pintu masuk batal karena saat itu merupakan trip terakhir kereta kelilingHwaseong Fortress. Saya sedang malas mendaki berkilo-kilometer sehingga tawarannaik kereta keliling disambut gembira. Sebenarnya para penumpang diberikan informasi mengenai tempat-tempat menarik sepanjang perjalanan, tetapi sayangnya dalam bahasa Korea!

A corner in Hwaseong Fortress in Suwon. It's believed to have been constructed very scientifically — at Hwaseong Fortress.
A corner in Hwaseong Fortress in Suwon. It’s believed to have been constructed very scientifically — at Hwaseong Fortress.

Sudah beberapa gerbang dan tempat pemantauan benteng terlewati. Kereta masih menyusuri tembok benteng yang berdiri tegak, seakan angkuh terhadap kemungkinan serangan musuh. Kemudian berjalan perlahan mendaki bukit. Tampak seluruh permukaan tanah tertutup dengan rumput hijau yang terpelihara. Pemerintah Korea Selatan bersama warga sekitar bersama-sama menjaga lingkungan agar tetap indah dan di sudut lain, tampak tembok benteng menjulang di balik rimbunnya rumput keladi yang berbunga.

Tak lama kemudian kereta memasuki wilayah dengan pepohonan berwarna khas musim gugur yang terhampar di depan mata. Merah, hijau, kuning keemasan dan jalanan yang sepi. Ketika kereta melewati perlahan sebuah pelataran dengan patung besar, terlontar keinginan untuk turun menikmati pemandangan. Dan ternyata kereta memang berhenti di situ, menurunkan semua penumpangnya dan kembali kosong. Dan memang trip terakhir kereta tidak termasuk kembali ke tempat awal sehingga saya harus berjalan kaki untuk kembali.

Setelah mengeksplorasi pelataran berisi patung besar Kaisar Jeongjo, saya menikmati jalan-jalan di sekitarnya dalam suasana musim gugur. Sebagai orang tropis, saya menikmati sekali pengalaman berjalan-jalan diantara pohon-pohon yang berwarna-warni dengan gugurnya dedaunan. Banyak juga warga lokal dari segala umur yang berjogging. Bahkan disediakan peralatan olahraga di area terbuka.

The Bronze Statue of King Jeongjo The Great
The Bronze Statue of King Jeongjo The Great
The Map & Pictures of Hwaseong Fortress on the Wall next to the Statue
The Map & Pictures of Hwaseong Fortress on the Wall next to the Statue
Public Park in Autumn inside the Hwaseong Fortress
Public Park in Autumn inside the Hwaseong Fortress

Belum ingin berpisah dengan indahnya suasana, saya bahkan mendaki ke puncak bukit. Dan sampai di atas, terhampar pemandangan yang jauh lebih indah dari kota Suwon, apalagi menjelang malam, lampu-lampu kota dinyalakan. Saya duduk menikmati malam. Seandainya Kaisar Jeongjo masih hidup, tentunya ia juga suka melihat pemandangan ini. Pemandangan lepas, udara dingin, sangat tepat untuk berpikir strategis memikirkan bangsa dan negara.

Malam merangkak pelan. Waktu juga yang memutuskan. Saya berjalan turun perlahan sambil melamunkan keluarbiasaan situs warisan dunia, Hwaseong Fortress ini. Yang tadinya hancur, dalam waktu dua tahun bisa kembali berdiri megah. Hanya karena sebuah buku tua. Saya belajar bahwa dari dokumentasi yang detil dan menyeluruh, apa yang hancur bisa kembalikan ke semula. Ah, rasa terima kasih tak terhingga untuk Kaisar Jeongjo!

A part of 5.5km of the Hwaseong Fortress
A part of 5.5km of the Hwaseong Fortress
Seojangdae (Western Command Post), built 1794 on the summit of Mt. Paldal
Seojangdae (Western Command Post), built 1794 on the summit of Mt. Paldal
Hwaseong Fortress at night
Hwaseong Fortress at night

*

Hwaseong Fortress dibuka setiap hari untuk umum, pk. 09.00 – 18.00 kecuali musim dingin dari pk. 09.00 – pk. 17.00 dengan harga tiket masuk 1000 Won (dewasa) dan 500 Won (anak-anak).

3 tanggapan untuk “Hwaseong Fortress: Menjadi Warisan Dunia Karena Sebuah Buku Tua

Please... I'm glad to know your thoughts

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.