Catatan Perjalanan – Akhirnya Berangkat Juga ke Burma


Early Flight

Minggu ketiga bulan Mei 2012, ransel sudah dipack sehari sebelumnya karena sudah sangat memahami tingkat kesibukan di kantor di hari kerja terakhir sebelum cuti. Apabila packing dilakukan di malam terakhir, yang ada pastilah tidak sempat tidur. Herannya, tetap saja ada hal-hal kecil yang tertinggal yang harus dimasukkan ransel. Hmmm… Rasanya ransel tambah gendut.

Untuk sampai ke Yangon, saya memilih Maskapai Malaysian Airlines first flight agar bisa sampai lebih awal sehingga dapat menjelajah lebih banyak untuk memaksimalkan waktu cuti yang pendek. Konsekuensi memilih  penerbangan dari Bandara Soekarno – Hatta pukul 5 pagi, saya harus berangkat dari rumah paling tidak jam 0330 yang merupakan rekor terpagi untuk berangkat ke bandara.

Berangkat early morning memiliki nuansa tersendiri yaitu pemandangan yang serupa – orang-orang dengan wajah mengantuk, baik yang dilihat maupun yang melihat- Hahaha… Toko-pun lebih banyak yang masih tutup, kalaupun ada yang mengejar rejeki pagi, ya itu tadi, biasanya wajahnya masih ‘bau bantal’.

Bandara Soekarno – Hatta

Counter MAS tepat di depan pintu masuk, salut dengan kemudahan dan kecepatan proses check-innya. Tetapi mungkin karena saya termasuk orang yang melakukan check-in lebih awal dengan antrian yang bisa dikatakan nihil. Selanjutnya langsung mengantri di jalur pemeriksaan imigrasi. Kini di Bandara Soekarno Hatta, tidak perlu lagi mengisi kartu keberangkatan, bisa langsung melenggang ke antrian imigrasi dengan membawa paspor dan boarding pass. Satu keuntungan berangkat early morning adalah jumlah antrian di imigrasi bisa dibilang lebih sedikit.

Di dalam mengantri imigrasi, saya memperhatikan wajah-wajah petugasnya. Dimana-mana sama saja, lurus, tanpa senyum, tidak berekspressi dalam kondisi apapun (jangan-jangan kalau mereka bicara…. suaranya seperti robot hahaha…). Walaupun demikian, wajah petugas imigrasi Indonesia bisa dibilang jauh lebih santai daripada petugas imigrasi negara lain.

Setelah melewati proses cap-cap paspor, saya melenggang  ke lounge untuk mencoba… tidur. Di buffet, makanan sudah terhidang hangat, tetapi adakah manusia yang mau makan sepagi itu? Kalau saya, mungkin lebih memilih mengistirahatkan mata sejenak. Dengan mengambil posisi yang nyaman di daerah yang tidak terlalu terang, saya duduk sambil memperhatikan sekeliling. Tidak ada orang lain, saya orang pertama. Saya meluruskan punggung mencoba tidur, tetapi ternyata pikiran di kepala ini yang sudah di-set Holiday Mode sehingga tidak bisa lelap lagi. Gagal tidur, saya langsung ke buffet dan mengambil sedikit untuk sarapan dan juice. Ternyata enak juga, namun belum juga 2 suapan, seorang ibu melangkah masuk. Sambil berbasa-basi karena hanya kami berdua di situ, kami saling bertanya tujuan. Wajah manis ibu itu terlihat terperanjat mengetahui saya, seorang perempuan, pergi sendiri ke Burma, ke sebuah negeri yang tidak umum sebagai tujuan wisata. Sambil tersenyum, dalam hati saya mengatakan, ibu tidak sendirian karena banyak orang berpikir sama. Hehehe…

Tidak lama terdengar panggilan boarding, bukan masuk ke ruang tunggu. What? Saya buru-buru pamit kepada ibu tadi dan berjalan cepat ke ruang tunggu yang letaknya di Terminal D. Jauhnya rek… Pemeriksaan di gerbang terakhir  tidak bermasalah, karena saya terbiasa melepas seluruh logam yang menempel di tubuh seperti ponsel, jam tangan dan gelang. Tentu saja bebas dari bunyi-bunyi. Lepas dari situ saya berjalan cepat ke ruang tunggu MAS dan mendapatkan penumpang masih duduk-duduk manis. Lho? Tadi panggilan apa? Ampunnn…

Saya memperhatikan ruang tunggu bandara internasional Soekarno Hatta yang remang-remang gelap ini, makin terasa kusam, bernada sendu dan sudah lama sekali tidak pernah berubah kemuramannya. Saya merasa sedikit tertular kegalauannya. Calon penumpang di kiri kanan saya pun tampak serupa, jika tidak mengistirahatkan mata dan posisi duduknya, pastilah diam menghadap gadgetnya, baik telepon genggam, BB maupun tabletnya. Rasanya semakin sunyi.

Akhirnya pengumuman boarding untuk penerbangan MH726 benar-benar keluar. Saya memasuki badan pesawat 737-800 menuju kursi dekat jendela sesuai yang tercantum di boarding pass.  Proses take off di bandara Soekarno Hatta, belakangan ini, menjadi lama. Mungkin belum mendapat clearance terbang dari petugas Air Traffic. Di Jakarta, dimana-mana sama, macet, tidak di jalur mobil, jalur pesawatpun macet. Saya sempat menghitung di depan pesawat MAS ini ada sekitar 4 pesawat yang akan take off, belum lagi yang mendarat. Hitung saja waktunya yang diperlukan. Dua minggu sebelum kepergian ini, ketika terbang dalam rangka bisnis, saya sempat menghitung ada 7 pesawat di depan pesawat yang saya tumpangi! Yang jelas, saya sempat tertidur dan saat terbangunpun belum take-off juga.

Di langit Indonesia, ufuk timur mulai merekah keemasan, semakin indah dengan paduan warna nuansa biru gelap hingga kuning keemasan. Untungnya berangkat first flight adalah mendapatkan moment matahari terbit di angkasa. Saya memanfaatkan waktu emas ini untuk mengambil foto dari balik jendela pesawat. Yang saya sesalkan adalah filter CPL yang ada di ransel (hahaha… sok tau mau pakai CPL, yang ada hasilnya malah berantakan!!)

Kuala Lumpur (transit)

Karena menggunakan MAS yang masih full-board, maka ada makanan tersedia dalam penerbangan. Untuk urusan yang satu ini, saya masih lebih menyukai Garuda yang lebih bervariasi soal makanan. Tetapi lumayanlah untuk mengganjal perut lagi dengan sepotong sandwich dan juice dalam gelas plastic. Saya menyesuaikan jam tangan saya dengan world time Kuala Lumpur, yang 1 jam di depan dari waktu Jakarta. Mengingat lama penerbangan sekitar 2 jam, saya kembali… tidur!

Pagi sudah datang ketika mendarat di Kuala Lumpur Internasional Airport. Run-way yang sama yang didarati oleh maskapai budget Air Asia tetapi dengan gedung kedatangan yang berbeda. Gedung terminal KLIA modern, walaupun kemodernannya seakan meredup jika dibandingkan dengan Hong Kong atau pun Singapore.

Karena saya memesan penerbangan langsung ke Yangon dan hanya transit di Kuala Lumpur, saya tidak perlu keluar imigrasi, seperti yang harus dilakukan kalau menggunakan maskapai yang berbasis Point to Point seperti Air Asia dengan jalur pendek. Transit 2 jam di Kuala Lumpur cukup terasa membosankan. Saya menghabiskan waktu dengan memperhatikan suasana di bandara KLIA. Lagi-lagi karena masih terhitung pagi, yang terlihat adalah tempat-tempat duduk yang diisi oleh orang yang tidur. Tampak perempuan kulit putih yang santai merebahkan badan, tidur di kursi tanpa lengan, sama sekali tidak terganggu dengan hilir mudiknya penumpang lainnya.

Berbagai bahasa mulai terdengar disini. KLIA memang merupakan salah satu bandara hub di Asia Tenggara untuk penerbangan internasional ke benua lainnya, seperti juga Singapore dan Bangkok. Jakarta? Masih mimpi kali yaaa….

Karena tidak banyak yang bisa diamati di Bandara KLIA, akhirnya saya menuju gerbang ruang tunggu penerbangan saya ke Yangon. Dan ternyata letaknya paling ujung, paling jauh. Menggunakan travelator hingga yang paling akhir. Rombongan manusia-manusia yang awalnya banyak, menjadi sangat berkurang. Yang tinggal hanyalah orang-orang yang sama dengan saya, menuju Yangon.

Pintu gerbang ruang tunggu belum dibuka. Masih digunakan untuk tujuan lain. Saya perhatikan, bahwa pemeriksaan masuk ruang tunggu cukup ketat. Seluruh yang mempunyai logam harus dibuka termasuk ikat pinggang. Menyaksikan itu, sebelum diminta, saya lepaskan ikat pinggang dan saya masukkan ke dalam ransel. Ternyata banyak penumpang lain mengikuti cara saya, yang malas diperiksa secara manual.

Ruang tunggu penerbangan ke Yangon akhirnya dibuka, saya menunggu hingga antrian agak mereda. Penumpang tidak terlalu banyak walaupun tidak bisa dibilang kosong juga. Di ruang tunggu pun saya masih bisa melihat bahwa seorang biksu sepenerbangan dengan saya. Beberapa perempuan mengenakan kain tradisional Burma dengan atasan serupa kebaya. Ahaaa….  saya sudah mencium nuansa Burma.

Akhirnya pengumuman boarding MH740 terdengar. Kembali saya memasuki badan pesawat 737-800 menuju tempat duduk. Dan proses rutin di maskapai MAS pun terulang kembali. Saya akan terbang menuju tempat yang sudah lama saya impikan. Burma, saya datang…

8 tanggapan untuk “Catatan Perjalanan – Akhirnya Berangkat Juga ke Burma

    1. saya juga sering kok overnight di lcct… waktu tripku itu, waktu sampainya ga masuk untuk itineraryku, jadi ya gitulah ambil yang MAS. waktu itu untungnya beda-beda tipis… hihihihi

      Suka

        1. ya sekitar 5 – 6 hari gitu… asli keliling burma, yangon 2 hari (ga sempet ke Kyaikto, padahal bagus tuh) incl. Bago/Pegu, terus ke Bagan dan Mandalay. tapiiii ya itu…. duit langsung abisssss… 😀

          Suka

        2. iya ga sempet ke golden rock… sayang banget… duitnya abis sekampung… hehehe… juta-jutaan deh… bikin nangis bombay kalo inget… tapi puas kelilinginnya… ga cuma nginjek kayak di tachilek akses Golden triangle dari chiang rai hehehe…

          Suka

        3. hahahaha…. bisa kaleee pake remuk-redam badannya karena pake bus… Yangon – Mandalay itu kalo naik bus jauuuuuh lhooo… tapi gpp dicoba kalo kuat… seinget aku, disana dibedain banget foreigner and local.. jauh bedanya, jadi menurutku sih, burma itungannya cukup mahal gitu, karena itungannya dollar..

          Suka

Please... I'm glad to know your thoughts

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.