Taman Burung, Santainya Kita Penjaranya Mereka


Give your stress wings and let it fly away – Terri Guiletmets

Taman Burung di Taman Mini Indonesia Indah merupakan salah satu tempat saya melarikan diri di akhir minggu di kala kepenatan hidup sehari-hari dirasa terlalu menekan. Tetapi bisa jadi karena saya penggemar merak dan saya hanya tahu di Taman Burung itulah saya bisa melihat merak yang hidup (meskipun kadangkala otak kartun saya yang sering tidak berperikebinatangan ini tak jarang membayangkan mencabut bulu merak dalam keadaan hidup saat saya sedang jengkel banget! Sadis ya… )

Tetapi di Taman Burung itu tidak hanya ada merak. Masih banyak jenis burung lain yang sangat menarik. Saya bersyukur sekali hidup di Indonesia yang memang sangat kaya dengan begitu banyak variasi jenis burung. Tanpa perlu menghafal nama-nama latin yang sulit dari Kingdom Animalia berkelas Aves ini, paling sedikit kita hanya perlu duduk diam mensyukuri dan menikmati keindahan keberagaman makhluk ciptaan Tuhan ini.

Jadi, beberapa waktu lalu, bersama suami, saya berangkat ke Taman Mini, hanya untuk menikmati merak yang berjalan bebas hilir mudik.

DSC06660
Peacock

Dan tetap saja pikiran ‘gila’ saya mengamati keindahan bulunya dan membayangkan seandainya satu bulunya bisa saya bawa pulang ke rumah!

Tidak hanya itu, segera setelah pintu masuk, kita dapat berfoto bersama burung Kakaktua berbulu hitam, burung Nuri (macaw) yang berbulu biru dengan dada kuning dan burung Enggang. Saya sempat berfoto dengan mereka dan merasakan cakar-cakarnya menekan permukaan kulit lengan. Rasanya geli menggemaskan ketika mereka berjalan di lengan saya! Bahkan jam tangan saya pun disangka makanan dan dipatuk-patuk (untung saja saat itu saya menggunakan jam tangan outdoor yang tahan banting).

Selepas merasakan dijelajahi cakar-cakar burung, saya santai berjalan dan menyaksikan si burung botak yang kelihatannya ringkih sedang berjalan juga. Melihatnya, mengingatkan saya akan burung serupa, –yang termasuk keluarga bangau ini-, yang pernah saya lihat di Danau Tonle Sap di Kamboja. Namun jika diperhatikan secara seksama, mukanya terlihat tidak bersahabat dan terkesan galak 😀 Akhirnya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pelan-pelan saya bergerak menjauhinya pada saat ia terlihat mendekati saya, alias kabur pelan-pelan…

Langkah saya membawa ke sangkar burung hantu yang sedang bertengger tak bergeming. Saya harus memutar otak untuk memotretnya karena jeruji sangkarnya dibuat sangat rapat dan dia bertengger cukup tinggi. Burung hantu memiliki bentuk wajah yang menurut saya sangat eksotis, gelap dan misterius. Kemampuan dirinya untuk bertengger diam untuk waktu yang cukup lama tak mengherankan. Benar-benar ‘tekun’ untuk berdiam diri. Tak aneh, jika dalam fabel biasanya ia menjadi menjadi sumber pengetahuan.

DSC06654
Owl

Langkah kaki membawa saya ke wilayah si merak. Dia sibuk hilir mudik mematuk-matuk sesuatu. Mungkin berharap ada makanan tersebar di sekitar dirinya. Ah, kelihatannya dia sedang enggan memekarkan ekornya yang cantik itu. Ya sudahlah, saya juga tidak berharap banyak kepadanya sehingga saya meneruskan langkah.

Di sekitarnya banyak burung yang sepertinya masih keluarga si merak. Mereka bergerak bebas, ada juga yang berada di kandangnya. Seperti umumnya merak, ada yang memiliki bulu berwarna biru kehitaman yang sangat menarik dan sepertinya glossy. Tak jauh dari situ, ada seekor burung juga masih keluarga si merak yang sedang menyembunyikan kepalanya. Ah, ia seperti hanya seonggok daging tak berbentuk dengan bulu yang indah. Bisa jadi dia malu terhadap saya! 🙂

Selesai tersenyum-senyum melihat lagak si merak, saya melanjutkan langkah ke sebuah sangkar besar. Dan mendadak saya merasa stress yang dirasakan seminggu bekerja ini tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang diterima makhluk di depan saya ini.

Elang!

Bertengger dengan gagah, mata tajamnya berkedip sesekali, selaras gerak kepalanya yang mencari bunyi-bunyian dari shutter kamera. Saya sungguh tidak tega. Saya mengenal elang sebagai burung yang mampu terbang sangat tinggi dan jauh. Dan kini ia terpenjara dalam sangkarnya yang tidak sebanding dengan kualitas kemampuan seekor elang. Ia tak bebas lagi terbang tinggi. Tanpa salah, ia menjadi tak beda seperti seorang penjahat yang terpenjara. Hanya untuk menyenangkan hati dan memuaskan rasa ingin tahu manusia-manusia seperti saya.

Kenyataan di hadapan ini membukakan mata, bahwa saya selama ini memiliki andil tak langsung memenjarakan si gagah elang, alih-alih membiarkannya bebas terbang di alam. Bagaimana rasanya kalau kita terpenjara meskipun tak bersalah? Saya menggigit bibir memikirkan keadilan baginya. Dan dalam sekejap mata, saya pun disergap oleh sebuah pemahaman. Sebuah keikhlasan.

Si gagah elang telah menerima takdirnya mengorbankan kehidupan bebasnya untuk begitu banyak manusia. Rasanya saya tertampar sangat keras menyadarinya. Sebuah pertanyaan terasa menggaung di telinga hati. Seberapa besar pengorbanan kenikmatanmu untuk manusia lain? Apakah seluruh sisa hidupmu?

DSC06680
Eagle

Saya mendadak kehilangan mood untuk berjalan-jalan lebih jauh. Mendadak saya ingin mengakhiri kunjungan ke Taman Burung ini tetapi pintu keluar masih jauh di depan. Saya mempercepat langkah menuju danau buatan, yang di dekatnya terlihat seekor pelikan dan angsa hitam yang sedang bermain air mendinginkan tubuh.

Di dekatnya, dalam gua buatan yang memiliki terowongan, terdapat burung-burung dengan bulu warna-warni. Sepertinya mereka dijadikan obyek foto bagi pengunjung.

Sambil bergerak menuju pintu keluar saya melihat burung-burung besar seperti kasuari. Melihat burung-burung ini hanya bisa bergerak hingga ke batas pagar-pagarnya, saya semakin gundah, apalagi ia menyelipkan kepalanya diantara besi pagar untuk menoleh ke kiri dan ke kanan, entah mengapa.

Saya menarik nafas setelah melewati pintu keluar. Baru kali ini, saya meninggalkan Taman Burung dengan berbagai rasa yang saling bertentangan. Mereka, -ciptaan Tuhan yang juga mendiami bumi ini-, dengan ikhlas menerima takdirnya untuk kehilangan kehidupan bebasnya, untuk hidup terpenjara demi ‘kelanjutan’ kehidupan manusia yang semakin berpengetahuan yang mengembangkan peradaban. Dari Taman Burung kali ini saya menerima sebuah pembelajaran tentang keikhlasan dan pengorbanan dari makhluk yang tunduk pada hukumNya.

Lalu bagaimana dengan kita…?


Pos ini ditulis sebagai tanggapan atas tantangan mingguan dari CelinaA Rhyme in My Heart, dan Cerita Riyanti sebagai pengganti Weekly Photo Challenge-nya WordPress, yang untuk tahun 2019 minggu ke-24 ini bertema Animalia agar blogger terpacu untuk menulis artikel di blog masing-masing setiap minggu. Jika ada sahabat pembaca mau ikut tantangan ini, kami berdua akan senang sekali…