Salt water heals. Sweat, Tears and Sea. So don’t wait, let’s have some dose of Vitamin Sea
Mungkin juga tidak berlaku untuk sebagian orang, tetapi bagi saya, di saat stress melanda begitu menekan, -baik di lingkungan kantor ataupun pribadi-, Vitamin Sea merupakan salah satu terapi yang lumayan ampuh untuk dijalankan. Memang tidak menghilangkan sama sekali, tetapi minimal bisa mengangkat mood menjadi lebih baik.
Seperti duluuu… ketika saya sekeluarga melakukan perjalanan mudik Lebaran melalui jalur Selatan menuju Jogjakarta dan terjebak di perjalanan hingga belasan jam, suami saya yang menyetir malah melakukan detour sebentar ke pantai selatan. Bisa jadi dia sudah jengkel melihat antrian kendaraan di Jalur Selatan yang tidak habis-habis itu dan ingin mengistirahatkan matanya sejenak dengan melihat laut.

Saya sekeluarga menjejak pantai pada sore hari, kurang dari dua jam sebelum matahari terbenam. Suara deru ombak yang berkejaran menenangkan hati. Badan yang lelah terjebak dalam kendaraan selama berjam-jam mendadak bebas bergerak, sangat menyenangkan rasanya. Saya memandang ke laut lepas, mengagumi lembutnya sinar mentari sore yang tak lagi menyilaukan dan membiarkan air laut yang asin itu menyentuh kaki. Rasanya ingin berlama-lama menceburkan diri main air jika saja tak ingat harus melanjutkan perjalanan segera. Rehat itu hanya sejenak, namun sentuhan air itu cukup menularkan semangat bertahan untuk meneruskan perjalanan ke Jogja.
*
Tetapi dari pinggir laut saya juga mendapatkan pengalaman lain yang penuh makna. Saat itu masih di pantai selatan Jogjakarta, meskipun pada kesempatan yang berbeda. Saatnya sama, jelang matahari terbenam juga, tetapi situasinya sama sekali tak serupa. Tak ada rasa hangat saat itu, tak ada rasa ingin bermain di pantai saat itu. Jauh dari semua rasa itu.
Awan gelap menggantung di atas saya meskipun sedikit terang di horison. Sebuah kapal terlihat jauh di batas pandang, seakan meninggalkan saya yang terjebak di bawah awan badai. Ombak datang lebih cepat, lebih menderu yang bagi saya, terasa mengancam. Hempasannya tak main-main. Seakan berkata tanpa satu pilihan, jangan mendekat atau kamu akan disikat.
Anger is like Gasoline. If you spray it around and somebody lights a match, you’ve got an inferno. But if you can put it inside the engine, it can drive you forward.
Begitu juga Vitamin Sea, jika dilakukan bukan pada waktu yang tepat dan tidak sesuai dengan dosisnya, maka Vitamin Sea itu bisa berbalik arah menjadi sebuah ancaman yang membahayakan. Pada akhirnya manusia seharusnya yang belajar memahami alam dan tidak menantangnya.
Karena alam memiliki aturannya sendiri yang sudah jelas. Sebagian manusia dengan segala kepandaiannya justru kadang tak mampu menjaga alam. Alam yang terlahir cantik dengan keindahan luar biasa justru mendapatkan upaya penghancuran dari manusia-manusianya.
Akankah kita mampu menjaga keindahannya? Menjaga kebersihan pantai dan laut dari sampah, menjaga kelestarian biota laut? Saya seringkali gemas dan miris melihat foto-foto orang yang menginjak terumbu karang, atau mengangkat bintang laut ke udara tanpa rasa salah atau merasa lucu saat menduduki penyu yang sedang menuju laut. Apakah manusia-manusia itu pernah merasakan dipisah paksa dari lingkungan hidupnya yang utama, apakah mereka pernah dipaksa berada dalam ruang tanpa oksigen? Apakah mereka pernah diinjak dengan beban berlebih hanya untuk mendapatkan sebuah kesenangan?
Padahal keindahan pantai dan laut bisa membuat hati menjadi lebih nyaman, stress bisa terkendali. Rasanya luar biasa jika bisa melihat pantai pasir putih yang panjang dan bersih serta warna biru lautannya, apalagi jika air laut yang jernih. Indah sekali tentunya.

Atau seperti di pantai Kuta di Bali atau pantai-pantai indah lainnya yang menghadap Barat saat mentari terbenam mampu memberikan suasana romantis. Saat bola matahari itu perlahan-lahan ditelan horison, memberikan pendar warna kuning keemasan di langit Barat, siapa yang tak suka? Apalagi disaksikan bersama orang tercinta…
Jangan seperti saya yang pernah datang sendiri untuk menyaksikan matahari terbenam di Pantai Kuta tapi menjadi ingin menimpuk sepasang kekasih yang duduk di depan saya karena mereka saling berciuman tepat setelah matahari hilang dari horison. Bikin iri kan? 😀 😀

Tidak bisa disanggah, berada di pantai memandang lautan dan mendengar deru ombak yang saling berkejaran memang sebuah terapi yang ampuh untuk mengendalikan stress seakan ombak membawa pergi semua masalah yang sedang dihadapi sehingga kita menjadi lebih jernih dalam berpikir.
Bayangkan saja, saat saya di Korea Selatan, saya menyempatkan diri ke Pantai Haeundae, padahal waktu itu musim gugur dan tentu saja udara serta air lautnya dingin sekali. Meskipun begitu, saya senang sekali menyaksikan sekumpulan anak-anak TK bersama gurunya menari di pantai dengan iringan lagu Gangnam Style yang waktu itu sedang ngetop sedunia. Lucu sekali!
Juga saat berkendara dari Danang menuju Hue di Vietnam Tengah, saya sempat mengambil foto pantai yang menggoda saya untuk singgah. Deburan ombaknya itu benar-benar sangat menggoda dan jika saja sopir mobil yang saya sewa itu tak menyebalkan, tentu waktu itu sudah saya sempatkan berhenti di pantai. Just to take a Vitamin Sea!
Sampai sekarang saya tak pernah lupa pengalaman berada hanya berdua dengan suami di Pantai Selong Belanak di Lombok Selatan yang berpasir putih sangat panjang hingga menyilaukan. Benar-benar seperti pantai pribadi!
Soal Vitamin Sea, Indonesia selalu di hati!
Pos ini ditulis sebagai tanggapan atas tantangan mingguan dari Celina, A Rhyme in My Heart, dan Cerita Riyanti sebagai pengganti Weekly Photo Challenge-nya WordPress, yang untuk tahun 2019 minggu ke-33 ini bertema Vitamin Sea agar blogger terpacu untuk menulis artikel di blog masing-masing setiap minggu. Jika ada sahabat pembaca mau ikut tantangan ini, kami berdua akan senang sekali…