Expect Nothing, Appreciate Everything


 

Rasanya hampir setiap orang, -bahkan mungkin semua orang-, pernah merasakan kecewa karena memiliki harapan akan sesuatu yang tidak berjalan semestinya. Alih-alih mendapat apa yang menjadi harapannya, namun kenyataan yang diterimanya adalah zonk. Hati ambyar seketika dan dampaknya bisa terasa seharian atau bahkan lebih lama.

Hal yang sama bisa terjadi saat melakukan perjalanan.

Bertahun-tahun yang lalu, ketika melakukan perjalanan ke Korea Selatan, saya memiliki harapan yang amat tinggi terhadap negara itu. Bagi saya saat itu, Korea Selatan merupakan negara yang sudah maju di Asia. Dalam pikiran saya, tidak berbeda jauh dengan Jepang. Apalagi dalam perjalanan ke Jepang, -sebelum travelling ke Korea Selatan-, saya mengalami perjalanan yang amat berkesan dengan berbagai kemudahan, kenyamanan dan keramahan orang Jepang.

The pond near Bulguksa temple
The pond near Bulguksa temple, Gyeongju

Kenyataannya di Busan, -kota pertama di Korea Selatan saat memulai perjalanan-, saya mengalami kejutan-kejutan yang cukup menimbulkan rasa cemas di hati (baca cerita lengkapnya di pos dengan judul Berkenalan dengan Busan). Semua berawal dari tingginya ekspektasi saya terhadap negeri penghasil ginseng itu sebagai negara maju yang sudah siap menerima turis mancanegara. Saya sama sekali tidak menduga bahwa jarang tulisan latin dan penduduk lokal banyak yang tidak bisa bahasa Inggeris! Kecemasan saya berkelanjutan sesuai rute trip hingga ke Seoul, seperti saat ke Gyeongju, juga saat ke Haeinsa Temple yang hampir membuat saya menyerah. Praktis saya pulang ke Indonesia dengan membawa pengalaman perjalanan yang amat melelahkan jiwa raga.

Tetapi seperti yang saya tulis kemudian dalam Hikmah terserak di Perjalanan Korea, semua peristiwa yang terjadi seharusnya dapat lebih dikendalikan jika saja saya tak memiliki harapan terlalu tinggi akan kemudahan dan kenyamanan perjalanan di Korea Selatan serta mau mensyukuri apapun yang terjadi.

Dengan tidak memiliki pengharapan, artinya saya menerima apapun yang terjadi sebagai sebuah keunikan negeri yang dikunjungi. Seharusnya tidak akan timbul kekecewaan jika saya bisa menerimanya sebagai sebuah keunikan.

But there are no mistakes, only lessons.

Saya belajar dari perjalanan Korea itu, sebuah pembelajaran yang amat besar. Untuk tidak memiliki ekspektasi atau pengharapan dalam sebuah perjalanan dan bisa menerima segala sesuatu yang terjadi sebagai berkah. Jadi sejak itu, sebisa mungkin sebelum melakukan perjalanan ke sebuah tempat, saya mereset pengharapan atas tempat tujuan (meskipun kadang lupa juga hehehe)

*

IMG_0175
Expect Nothing, Appreciate Everything

Sebenarnya hal yang sama bisa dilakukan pula terhadap makhluk lain yang namanya manusia. 🙂 Dalam berinteraksi dengan orang lain, tanpa sadar kita telah menetapkan standar harapan terlalu tinggi kepada seseorang dan merasakan kecewa, marah, ilfil jika orang tersebut tidak bisa memenuhi level harapan kita.

Contohnya sangat mudah dicari. Paling gampang ya pengalaman saya sendiri dulu saat masih pacaran dan belum ada ponsel yaa…

Rasanya jengkel sekali jika mantan pacar yang sekarang jadi suami saya itu, tidak memberi kabar seharian. Saya bukannya hendak memonopolinya, tetapi saya cemas jika terjadi apa-apa padanya. Seperti kebanyakan perempuan lain, bisa jadi saya kebanyakan berpikir, tapi sungguh rasanya tidak enak sekali jika dia tidak menghubungi saya seharian. Akhirnya ketika dia menghubungi saya, ujung-ujungnya bertengkar.

Sementara saya berharap dia menghubungi saya barang semenit dua menit, dia sama sekali tidak tahu kalau saya memiliki pengharapan itu. Dia sama sekali tidak tahu bahwa tidak memberi kabar seharian itu memberi dampak cemas di saya. Dia tidak tahu karena saya tidak mengungkapkan ke dia dan saya berharap dia bisa memahami apa yang saya rasakan. Bisa jadi saat itu dia sama seperti laki-laki lain yang sering pusing dan bingung menghadapi sikap perempuan. 

Saat itu saya memiliki ekspektasi kepada dia untuk mengerti dan bisa membaca perasaan saya yang akhirnya membuat saya kecewa, marah karena dia tidak bisa memenuhi harapan saya itu. Belakangan saya sadar telah salah (tapi gengsi untuk mengakui hihihi…) dan geli sendiri saat mengingat wajahnya yang ‘pasrah dan bingung’ atas kesalahannya tidak memberi kabar seharian! Seharusnya saya menerima kondisi dia tidak menghubungi sebagai sebuah berkah untuk dimanfaatkan yang positif dan menerima saat dia menghubungi berikutnya sebagai sebuah berkah.

Kita yang memiliki pengharapan kepada orang lain, lalu kita yang jengkel, kecewa atau marah karena dia tidak bisa memenuhi apa yang menjadi harapan kita kepadanya. Kan dia tidak bisa baca pikiran dan perasaan kita ya? Lagi pula pengharapan itu ada pada kontrol kita kan? Bisa dikendalikan kan?

Coba dibalik situasinya.

Bagaimana seandainya dia marah atau jengkel atau mendadak diam seribu bahasa, hanya karena kita tidak bisa memenuhi harapannya. Bingung dan jengkel juga kan? Memangnya kita bisa baca pikiran dan harapannya kalau tidak diungkapkan?

*

Tetapi memang tidak mudah untuk mereset ekspektasi, apalagi menerima segala sesuatu sebagai berkah. Tetapi bukan berarti tidak bisa dilakukan, paling tidak mulai belajar dilakukan.

Jadi, mau travelling kemanapun, atau kepada orang lain, termasuk keluarga, pacar, calon pacar, rekan kerja, sahabat, teman perjalanan, saya sih merekomendasi untuk expect nothing, appreciate everything. Hidup akan berjalan terasa lebih nyaman dan membahagiakan, jauh dari rasa kecewa.

 


Pos ini ditulis sebagai tanggapan atas tantangan mingguan dari Celina, Srei’s Notes, A Rhyme in My Heart, dan Cerita Riyanti sebagai pengganti Weekly Photo Challenge-nya WordPress, yang untuk tahun 2020 minggu ke-3 ini bertema Rekomendasi agar blogger terpacu untuk menulis artikel di blog masing-masing setiap minggu. Jika ada sahabat pembaca mau ikut tantangan ini, kami berdua akan senang sekali…

Taman Hati Nirmala, Mungkinkah?


dsc02444
White Flower

Di Garden By The Bay Singapore, saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam di tempat itu, terutama di Flower Dome, hanya untuk menikmati semua bunga yang ada. Dua kali saya kesana, dua kali keluarga seperjalanan menunggu dengan ‘sedikit’ tidak sabar atas kegemaran saya menikmati bunga karena hampir setiap jenis bunga saya foto. Dua kali kesana, dua kali mengalami matahari masih bersinar saat masuk dan sudah gelap saat saya meninggalkan Flower Dome

Walaupun saya tidak tahu namanya, saya sungguh menikmatinya. Seperti bunga-bunga yang berwarna putih ini. Ditampilkan dalam kelompok anggrek, saya dibuat cukup terpukau dengan kondisi helai bunga yang sangat bersih. Entah kenapa, di benak saya terbersit sebuah pertanyaan, apakah hati manusia mampu seputih dan sebersih helai bunga ini. Bisa dikatakan, helai bunga itu bersih, tanpa noda, tanpa cela. Nirmala!

Manusia, selama hidup, pastilah mengalami dinamika kehidupan termasuk menumbuhkan rumput-rumput negatif diantara bunga-bunga indah dalam taman hatinya, sehingga menurut saya, sangat sulit memelihara taman hati menjadi nirmala, walaupun semua orang menginginkannya.

Seperti yang sering terjadi dalam travelling, kita (baca; saya) selalu dipertemukan dengan ujian-ujian yang kategorinya memelihara taman hati. Saat melihat petugas bandara yang tidak profesional dalam melayani, mereka malah ngobrol dengan teman-temannya di kala mereka seharusnya bekerja, kadang membuat pikiran ini tidak lurus. Atau melihat pramugari dengan pakaian kerjanya yang terlalu ketat sehingga membentuk bagian tubuhnya yang tidak ideal, menimbulkan opini yang tidak seharusnya di benak saya. Apalagi jika mereka bekerja dengan muka masam!

Belum lagi dengan sesama penumpang, terutama Indonesia, yang menurut saya paling parah dalam hal mengambil jatah ruang bagasi kabin. Tak peduli bagasi kabin orang lain yang membutuhkan juga, mereka ambil asal bawaannya yang segambreng bisa masuk kabin! Apalagi jika bepergian dalam rombongan besar, hampir bisa dipastikan mereka saling mendukung saat bicara dengan volume tinggi. Pernah suatu ketika di Kuala Lumpur saat antri hendak boarding pesawat ke Jakarta, mereka yang tidak sabar, mengkritik petugas maskapai yang bicara menggunakan bahasa Inggris. Mereka bicara dengan keras dalam Bahasa Indonesia, berteriak, dari bagian belakang hingga terdengar oleh saya yang ada di depan. Hanya karena mereka tidak paham bahasa Inggeris, mereka berteriak agar petugas menggunakan Bahasa Indonesia! Di Kualalumpur! 😀 Ini ujian hati kan?

Belum lagi, dengan destinasi tujuan. Jika harapan terlalu tinggi, dan dikecewakan karena obyek wisatanya tidak sesuai harapan, situasi hati bisa berubah. Kadang budaya orang lokal yang tidak sesuai dengan budaya kita, membuat kejutan yang bisa mengubah rasa. Buat saya, menata harapan sebelum berangkat itu harus selalu dipegang agar bisa menata hati supaya bersih.

Apalagi mengalami peristiwa buruk di tempat tujuan. Saya pernah mengalami kehilangan dompet di Hong Kong dan baru sadar di Macau saat hendak check-in hotel (baca cerita disini), atau perlakuan tidak ramah sopir taksi di Gyeongju atau tipu-tipu menyebalkan dari tour arranger di Nepal. Peristiwa-peristiwa itu pasti menumbuhkan bibit negatif di benak saya saat terjadi, namun Alhamdulillah selama ini bisa dinetralkan dengan baik. Buat saya, selalu berdoa dan berserahdiri padaNya pada setiap situasi, menyelamatkan saya dari pikiran-pikiran negatif. Juga rasa syukur kepadaNya bisa mencapai destinasi yang diimpikan merupakan penyeimbang kejutan-kejutan yang muncul. Memperpanjang sabar dan meningkatkan empati memang perlu dilakukan agar tetap ‘waras’ selama travelling.

Pada akhirnya menyempatkan diri selalu berpikir positif selalu membaikkan. Bibit pikiran positif akan menghasilkan bunga-bunga indah dalam taman pikiran dan hati. Kita semua berharap punya taman pikiran menjadi nirmala yang bersih dari penyakit, tak bercela, kan?

dsc02726

*****

Pos ini sebagai tanggapan atas challenge yang kami, Celina dan saya, ciptakan sebagai pengganti Weekly Photo Challenge dari WordPress, yang untuk tahun 2019 minggu ke-2 ini bertemakan Nirmala, agar kami berdua terpacu untuk memposting artikel di blog masing-masing setiap minggu. Jika ada sahabat pembaca mau ikutan tantangan ini, kami berdua akan senang sekali…