Light Up The Darkness


Sebagai penggemar segala bentuk cahaya lembut dalam suasana temaram, saya mudah sekali tertarik lalu berhenti untuk mengabadikannya, ataupun kalau situasi tidak memungkinkan, biasanya lampu-lampu itu mampu membuat kepala saya menoleh dengan mata terbuka lebar dan pastinya hatinya melonjak gembira. Entah kenapa, saya benar-benar suka! Kalau malam kepala masih mumet di kantor, salah satu cara efektif menetralkannya adalah mendatangi jendela lalu melihat lampu-lampu mobil yang terjebak kemacetan atau melihat ke gedung-gedung seberang, ke arah lampu-lampu yang menyala. Seakan cahaya-cahaya itu memberi ketenangan dan memberi lambang sebagai harapan dalam kegelapan (hehehe agak lebay kali ya…).

Sampai sekarang, saya sudah bisa terpukau bahagia kalau diajak jalan naik mobil keliling kota hanya untuk menyaksikan keindahan lampu hiasan di jalan. Bahkan lihat lampu-lampu hiasan sesuai tema yang dipasang di mal-mal juga bisa membuat saya terpesona. Apalagi bulan Desember, seperti sekarang, kota-kota biasanya didandani dengan cantik menyambut Natal dan Tahun Baru. Duh, saya jadi suka jalan-jalan untuk melihat-lihat itu. Bahagia itu sederhana ya…

deepavalisg
Little India, Singapore

SINGAPORE

Pernah beberapa tahun lalu, saya mendadak mengambil cuti dua hari ke Singapura pada tengah minggu hanya untuk melihat kemeriahan festival Deepavali di kawasan Little India di negeri singa itu. Dan saya bisa begitu nekadnya untuk mengabadikan hiasan-hiasan itu, hingga saya menyeberang jalan, lalu mengambil foto di tengah jalan sampai lampu lalu linatas berganti hijau (dan sampai diklakson supaya minggir 😀 😀 ) Tidak sendirian sih, karena banyak juga yang segila saya hahaha…

Singapura berhias tak hanya untuk Deepavali Festival, melainkan Natal sampai Tahun Baru pun juga. Salah satunya adalah di Orchard Road yang penuh dengan hiasan-hiasan.

orchard
Orchard Road, Singapore

Tidak hanya di atas jalan, pohon-pohon pun didandani. Dan yang memanjakan mata adalah dandanannya selalu cantik, tidak asal-asalan (karena pernah dulu di dekat Monas, saya pernah melihat hiasan lampu-lampu itu dibuat asal nemplok, sungguh membuat ilfil!) Dan semua itu gratis tanpa dipungut bayar. Syaratnya cuma satu, asal kuat jalan saja hehehe… Lihat saja bagaimana kita bisa menyaksikan keindahan permainan lampu Super Trees di Garden By The Bay. Sambil mendengar musik yang penuh semangat, mata juga dimanjakan. Rasanya bisa dibilang, semua itu menjadi makanan untuk jiwa dan panca indera.

– § –

TOKYO

Tidak jauh berbeda dengan Singapura, Tokyo di Jepang berdandan menyambut kemeriahan Natal dan Tahun Baru. Tetapi entah kenapa, saya merasa hiasan lampu-lampu yang ada di Tokyo itu jauh lebih banyak dan lebih menakjubkan. Bisa jadi karena memang hampir di semua tempat di kota itu didandani dengan hiasan lampu-lampu. Tidak perlu jauh berjalan, pasti ada kawasan cantik yang penuh hiasan, bahkan pedestrian biasa selalu ada spot-spot yang dihias dengan lampu-lampu. Saya sempat berpikir, budget untuk dandanan kota seperti ini pastinya besar karena perlu listrik. Namun rasanya untuk dua kota terkenal yang saya sebutkan di atas, seperti Singapura dan Tokyo, tentu dana tersebut sudah dialokasikan dengan baik. Bagaimana ya di Indonesia? Jangan-jangan kita masih akan sibuk berdebat soal boleh atau tidaknya untuk segala sesuatu, termasuk hiasan-hiasan kota.

Ketika tahun 2016 suami dan saya pergi ke Tokyo untuk honeymoon kesekian kalinya, kami menikmati suasana Tokyo yang sudah berdandan, padahal waktu itu baru awal Desember dan musim gugur belum tuntas berakhir. Dan kami, -sebenarnya saya sih yang lebih terpesona dengan lampu-lampu itu-, menikmati pertunjukkan di Caretta Shiodome yang lagi-lagi gratis.

carettatokyo
Caretta Shiodome, Tokyo

Bagi yang hendak menikmati keindahan malam di Tokyo, puncaknya memang terjadi di minggu-minggu terakhir bulan Desember hingga ke awal bulan Januari. Suasananya sangat menyenangkan, dimana-mana ada aura cinta dan romantisme karena banyak sekali pasangan yang saling bermesraan. Tawa gembira selalu terdengar dimana-mana. Benar kata sebuah lirik lagu, Love is in the air…

Seperti saat ke Blue Cave di Shibuya, Tokyo di kesempatan yang berbeda, di bawah naungan kerlip lampu-lampu  berwarna biru itu, saya secara otomatis dirangkul oleh sang suami, padahal saat itu situasinya padat oleh manusia. Siapa sih yang tidak merasa terpesona berjalan di “terowongan” panjang berpendar warna biru dari hiasan-hiasan yang membalut batang dan ranting pohon? Ah, rasanya saya kembali menjadi remaja… :p

Tapi bagi pecinta hiasan-hiasan cahaya lampu, Blue Cave di Shibuya termasuk salah satu tempat yang harus didatangi saat melakukan perjalanan ke Tokyo. Semakin ke arah depan, sebenarnya semakin indah dengan kolam di tengah efek pantulan. Sayangnya kami saat itu harus kembali.

blue cave shibuya tokyo
Blue Cave at Shibuya, Tokyo

Tidak jauh dari sana, di kawasan Shinjuku yang super sibuk, tetap dihiasi oleh cahaya lampu. Pokoknya kemana-mana pastinya mata ini menangkap hiasan lampu yang cantik. Bahkan kami memilih makan malam di outdoor berpayung langit, -meskipun berbalut jaket karena udara sudah cukup dingin-, sambil menikmati pemandangan indah di kegelapan malam dan mengistirahatkan kaki yang pegal.

Selesai bersantap malam, kami jalan-jalan di antara lampu-lampu itu. Luar biasa, karena lampu-lampu itu diletakkan menghias seluruh gundukan tanah. Rasanya berjalan melayang di dunia mimpi yang magis tak nyata.  Saya sungguh mengagumi para pendekor kota yang benar-benar telah bekerja keras mempercantik kotanya, memberikan cahaya ke sudut-sudut kotanya, memberikan yang terbaik kepada siapapun yang melihatnya, turis maupun orang lokal. 

Bahkan di Yokohama, sekitar 50 menit berkereta dari Tokyo, saya melihat juga lampu-lampu yang memenuhi area serupa sebuah teater yang cekung. Melihat ini saya jadi ingin tahu apa yang sesungguhnya ada di pikiran orang-orang Jepang yang kebagian menghias itu.

Mungkin sedikit gila, dalam artian yang positif. 

Bisa jadi mereka juga sangat malu jika bekerja secara asal-asalan, karena setahu saya, mereka memiliki prinsip untuk mengutamakan orang lain, bukan diri sendiri. Satu prinsip yang sepertinya sudah langka ditemukan di Indonesia.

yokohama
Yokohama

 


Pos ini ditulis sebagai tanggapan atas tantangan mingguan dari Celina, A Rhyme in My Heart, dan Cerita Riyanti sebagai pengganti Weekly Photo Challenge-nya WordPress, yang untuk tahun 2019 minggu ke-49 ini bertema Lamplight agar blogger terpacu untuk menulis artikel di blog masing-masing setiap minggu. Jika ada sahabat pembaca mau ikut tantangan ini, kami berdua akan senang sekali…

5 tanggapan untuk “Light Up The Darkness

  1. Mbak Riyanti, rasanya bahagia betul membaca cerita ini. Berasa ada yang mengerti apa yang saya rasakan wkwk

    Saya juga suka banget sama lampu dalam kegelapan, Mbak :’) ada rasa tenang dan girang tiap kali melihat lampu-lampu itu. Dan rasanya ingin menetap dan tidak pergi 🤣

    Bagi yang tidak tidak paham, mungkin tampak berlebihan. Tapi, memang begitulah yang aku rasakan :’) 💓

    Disukai oleh 1 orang

  2. Sama mbaaak. Toss!! 😍 saya juga mengira, saya aja mbak yang ngerasa begitu wkwk

    Bedanya, Mbak Riyanti sudah bertemu bermacam-macam lampu cantik yaaaa. Aku belum hihi

    Pengalamanku liat cahaya cantik dikegelapan itu baru lihat bintang-bintang di langit pantai saat tengah malam, mbaaak. Cantik banget. Bikin terpesona hihi 💓

    Disukai oleh 1 orang

Please... I'm glad to know your thoughts

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.