Myanmar2 – Menikmati Golden Rock


Setelah terik matahari di Mon State ini terasa mereda, saya mulai melangkah keluar hotel dan berjalan kaki menuju lokasi Golden Rock yang letaknya hanya selemparan batu. Jalannya cukup bagus, tetapi yang membuat saya terpana saat berada di luar adalah banyaknya orang yang akan beribadah. Selalu seperti inikah? Saya bertanya-tanya dalam hati, teringat juga penuhnya Shwedagon saat saya ke sana tujuh tahun yang lalu. Golden Rock, serupa dengan Shwedagon, merupakan salah satu dari kuil-kuil sakral di Myanmar. Tetapi aduh, kepadatan ini, pastinya menjadi tantangan tersendiri untuk memotret di Golden Rock.

DSC07515
The Gate and The Chinthe

Saya sampai di gerbang dengan sepasang chinthe besar, -patung menyerupai singa-, yang dibuat indah sebagai penjaga kesucian kawasan. Seingat saya, kisah klasik tentang chinthe berawal dari Mahavamsa, sebuah epos dari Sri Lanka.

Konon, seorang Putra dilahirkan dari pasangan putri bangsawan dan seekor singa. Namun sejak ditinggalkan selama bertahun-tahun, singa menjadi marah dan menyebar terror ke seluruh negeri. Sang Putra maju untuk menghentikan terror dan berhasil membunuh singa itu. Sesampainya di rumah sambil mempertontonkan singa yang berhasil dibunuhnya itu, barulah Sang Putra tahu sesungguhnya singa itu adalah ayahnya sendiri. Dengan penyesalan yang sangat dalam, Sang Putra lalu membangun patung singa untuk menjaga kuil sebagai penebusan dosanya.

Keberadaan Chinthe menunjukkan batas suci, sehingga saya harus menanggalkan alas kaki dan tentunya berpakaian sopan, sesuai peribahasa kita, Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Melangkah tanpa alas kaki sudah menjadi pemandangan biasa di Myanmar, meskipun kuil yang akan dijelajahi itu luas sekali.

StoneBoatPagoda
Kyaukthanban Pagoda or the Stone Boat Pagoda

Belum lama berjalan, saya sudah sampai pada Stupa Kyaukthanban atau yang dikenal dengan nama Stupa Perahu Batu. Berbentuk perahu di atas sebuah batu besar, batu ini memiliki kaitan dengan kisah legenda Golden Rock. Menariknya, selain bisa melihat Golden Rock dalam jarak 300 meter, di bawah batu besar ini terdapat beberapa stupa mini yang sepertinya diletakkan oleh para peziarah, yang membuat saya mengingat kembali kisah legenda Golden Rock.

GoldenRockFar
Golden Rock from a far

Konon, Buddha memberikan sejumput rambutnya kepada seorang pertapa bernama Taik Tha. Sang pertapa, yang telah menyelipkan rambut Buddha di kepalanya, kemudian memberikannya kepada Raja, untuk disimpan dalam sebuah batu emas yang berbentuk seperti kepala pertapa itu. Sang Raja yang memiliki kekuatan gaib warisan dari ayahnya yang bernama Zawgyi, seorang ahli alkimia, dan ibunya yang merupakan seorang putri naga ular, menemukan batu yang dimaksud di dasar laut. Dengan bantuan Raja Surga dalam kosmologi Buddhis, batu itu bisa ditempatkan secara sempurna di Kyaiktiyo untuk selanjutnya dibangunlah sebuah Pagoda. Menurut legenda, sejumput rambut itulah yang menjaga agar batu tak terguling dari bukit. Dan perahu yang digunakan untuk mengangkut Golden Rock, juga telah berubah menjadi batu. Batu berbentuk perahu inilah yang kini dikenal dengan Stupa Kyaukthanban atau stupa perahu batu, terletak 300 meter dari posisi Golden Rock.

Menjelang Golden Rock itu sendiri, terdapat bangunan-bangunan yang mungkin merupakan rumah-rumah ibadah dan tempat tinggal dari para monk. Bangunan-bangunan itu terlihat sangat menawan, apalagi warna-warnanya kontras dengan birunya langit. Saya suka dengan ornamen-ornamen yang ada.

Setelah mengambil foto bangunan-bangunan itu, selagi melanjutkan langkah ke Golden Rock yang berada 1100 meter (3615 ft) di atas permukaan laut, saya melihat patung-patung yang –maaf-, sepertinya tidak senada dengan kompleks beribadatan, seperti laki-laki kekar layaknya Indian, laki-laki pemburu. Entahlah, namun bisa jadi semua ini merupakan hiasan perjalanan dan impian masyarakat sekitar.

Tak lama saya sampai pada sebuah pelataran yang diatasnya terdapat beberapa genta yang umum ada di kawasan pagoda Buddha. Genta itu diberi sentuhan tradisional sehingga terlihat keren. Jelang sore itu Golden Rock semakin berkilau, juga perbukitan yang berada di kejauhan tampil berlapis-lapis dan sangat indah.

Buildings
The Buildings In Golden Rock Pagoda complex

Saya semakin dekat dengan Golden Rock. Peziarah terlihat semakin menyemut ke arah Golden Rock. Tak heran, dalam hal kesakralan Golden Rock menempati urutan ketiga setelah Shwedagon di Yangon dan Mahamuni di Mandalay. Karena banyaknya peziarah, untuk sampai ke pelataran tempat Golden Rock berada, saya harus bergiliran. Uh, rasanya tak mungkin mengambil foto Golden Rock yang bersih tanpa manusia dalam frame.

Selain jam besar hasil pemberian perusahaan Jepang, di pelataran terbuka juga terdapat monumen tinggi yang menjulang sebagaimana biasa di kawasan pagoda di Asia Tenggara. Namun di Golden Rock ini, bagian dasarnya dihiasi empat patung Nat (spirit pelindung khas Myanmar). Dan tak heran bila di dekatnya juga terdapat pohon Boddhi yang rindang. Melihat pohon Boddhi ini, saya teringat saat diberi selendang oleh Biksu di Lumbini, tepat di bawah pohon Boddhi juga.

MalePrayers
Only Male Worshipper can touch the Golden Rock
FemalePrayers
Female Prayers

Pelan-pelan saya mendekat ke Golden Rock yang tingginya sekitar 7 meter itu. Sesuai namanya, batu besar itu benar-benar dilapisi lembar emas (gold leaf) yang ditempelkan hanya oleh peziarah laki-laki. Perempuan dilarang, karena dalam tradisi Buddhist, perempuan tidak boleh menyentuh biksu laki-laki, dan sesuai legendanya, Golden Rock ini dipercaya sebagai kepala biksu (meskipun rasanya saya tak pernah melihat perempuan menempelkan goldleaf di pagoda-pagoda dimanapun di Myanmar). Perempuan yang berziarah hanya dapat beribadah di tempat yang disediakan di bagian bawah atau di pelataran atas.

Tanpa ingin mengganggu mereka yang ingin beribadah, saya melipir ke pinggir. Sebenarnya saya ingin tahu posisi kritis Golden Rock yang terdiri dari dua batu besar yang saling independen itu dan ketika menemukannya, saya terpesona juga. Sekitar setengah bagian dasar Golden Rock itu sebenarnya menggantung dari batu alasnya yang permukaannya miring. Dan luarbiasanya, dari tempat saya berdiri terlihat betapa kecilnya luas batu yang menahan batu besar di atasnya dengan bidang kontak yang miring. Benar-benar awesome jika dilihat dari sisi gravitasi bumi. Pikiran melenceng yang selintas lewat ‘seandainya ada gempa besar’ cepat-cepat saya hapus…

DSC07435
Can You See the Critical Area?

Sebagai turis mata saya terpusat pada Golden Rock itu dan mengamati, tetapi saya harus minta maaf karena tak mampu melihat kemiripan Batu dengan bentuk kepala. Karena sesuai legenda, Kyaiktiyo itu berarti pagoda diatas kepala biksu, (kyaik berarti pagoda, yo berarti membawa di atas kepala dan ithi berarti Biksu).  Entahlah, mungkin saya saja yang bukan pemerhati serius…

GoldenRockDiffloc
Golden Rock on different angle

Saya menikmati sekali berada di kawasan Golden Rock yang batu alasnya dihias serupa bunga lotus meskipun sebagai perempuan akses saya terbatas. Golden Rock merupakan area terbatas dan hanya bisa diakses oleh laki-laki dengan seorang penjaga yang berwajah tegas dan siap mengusir siapapun yang bisa membatalkan kesucian tempat sakral itu. Saya melipir ke tempat-tempat yang diperbolehkan, menyaksikan para penziarah menyalakan lilin, memberikan persembahan, membaca doa dan melantunkan sutra.

Sebuah pemandangan yang menghangatkan hati saat melihat peziarah begitu khusuk berdoa dengan mata tertutup dan penuh pengharapan, tua muda, laki dan perempuan, yang tak berpunya maupun yang berkecukupan. Dan tetap saja ada pemandangan yang menggemaskan ketika biksu-biksu kecil berdoa tanpa bisa melepaskan sifat kanak-kanak mereka yang menyelipkan kesempatan untuk bermain dan bercanda. Pemandangan yang meluluhkan hati.

Worship
An Old Lady’s Offerings
LittleMonks
Little monks

Karena matahari hampir tenggelam, sebisanya saya mengambil tempat terbaik dengan Latar depan Golden Rock dan posisi matahari di sebelahnya. Meskipun saya tak bisa mengambil perbukitan yang berlapis-lapis di bawahnya.

GoldenRockAtDusk
Golden Rock at Sunset

Luar biasa memang sunset di tempat ini.

Setelahnya, saya berkeliling kompleks lagi. Peziarah bukannya semakin sedikit, malah semakin padat. Rupanya mereka menginap di pelataran dan tidur beralaskan tikar berlangitkan bintang-bintang yang sangat indah. Tadinya saya berpikir akan bisa memiliki foto Golden Rock yang sepi, tetapi ternyata saya salah. Wisma, restoran, toko-toko semua penuh peziarah.

DSC07492
Golden Rock At Night

Saya mulai lelah dan ingin beristirahat. Sekali lagi saya membuat foto Golden Rock saat malam dari berbagai sudut. Suasananya memang magis dengan langit kelam dan batu emas yang sangat kontras serta lilin-lilin dan asap dupa yang naik ke udara.

Karena tahu tidak bisa mengabadikan situasi yang hening dan sepi di Golden Rock, saya berjalan balik ke hotel untuk kembali ke Golden Rock esok pagi.

Crowded
From The Afternoon, Evening, Night and Morning, there’s a non-stop crowd

Namun malam itu, melihat kepadatan manusia di pelataran Golden Rock, saya sedikit kehilangan mood untuk keluar melihat matahari terbit keesokan harinya. Meskipun tetap berharap bahwa rombongan peziarah akan pulang sehingga kepadatannya akan berkurang pada pagi harinya. Harapan saya tidak terjadi, yang datang dan yang pergi sama banyaknya. Luar biasa sekali. Sepertinya mereka datang tumplek blek ke Golden Rock dari segala penjuru Myanmar.

Meskipun demikian, saya tetap kembali ke pelataran dan tersenyum pahit melihat banyaknya peziarah yang melantunkan doa dengan khusuk atau hanya sekedar berdoa sambil lalu. Pasrah, akhirnya saya membuat beberapa foto lagi sebelum saya meninggalkan Golden Rock.

DSC07517
Sunrise at Golden Rock’s valleys
Pindapatta
Pindapatta in the morning

Sebelum meninggalkan kawasan, saya melihat ke perbukitan yang ada di bawah. Uh, saya tak terbayangkan melakukan trekking 11 km dari desa terdekat Kinpun ke Golden Rock, yang katanya, jika dilakukan tiga kali dalam setahun akan mendapat berkat kaya dan kehormatan. Dari beberapa blog yang saya baca, kelihatannya jalur trekking yang ada cukup terjal dan berbahaya, meskipun sekarang banyak kuil baru sehingga bisa menjadi alternatif kunjungan. Tetapi, faktor keselamatannya rasanya tidak janji.

Saya kembali ke hotel untuk berberes. Hari ini saya melanjutkan ke Hpa’An dan belum tahu bagaimana saya menuju ke sana, termasuk belum beli tiket. Hari ini pasti seru… dan nyatanya memang begitu…

 

15 tanggapan untuk “Myanmar2 – Menikmati Golden Rock

  1. Dulu waktu saya ke Myanmar pertama kali di tahun 2012 saya sempat kepikiran mau ke sini. Tapi sayangnya staf di hotel saya bilang saya tidak punya cukup waktu untuk mengeksplorasi tempat-tempat di luar Yangon (maklumlah waktu itu saya masih tipe yang suka menclok sana menclok sini sehari, dua hari aja). Pas Mbak Riyanti ke sini apa mungkin sedang ada festival atau liburan ya, sehingga pengunjungnya banyak banget dan nonstop.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Trip saya kemaren ini sebenarnya masih 2 minggu sebelum hari rayanya mereka (Thingyan) yang liburnya seminggu (kayak lebaran disini kali ya). Nah harusnya kan masih cukup lama tapi ya gituuu… penuh banget. Mungkin juga karena pas weekend. Cuma saja saya bayangin jumlah kepadatan penduduk Myanmar kan gak kayak Indonesia, jadi harusnya lebih longgar ya.. tapi itu meleset juga😊 akhirnya saya hanya menduga karena Golden Rock itu tingkat sakralnya yang ke 3 setelah Shwedagon dan Mahamuni Phaya, makanya selalu penuh. Yah pasrah deh…
      dulu ada kawan saya kesini agak longgar tapi musim hujan… 😁
      Tapi emang lama mas Bama untuk sampai ke Golden Rock dr Yangon. Dulu aja saya seharian dari Yangon ke Bago pp (+eksplor Bago), sedangkan Bago itu masih ditengah-tengah trip ke Golden Rock.

      Disukai oleh 1 orang

      1. Next time deh kalau saya ada kesempatan ke Myanmar lagi coba saya sempetin ke sini. Nanti saya coba ke sana kalau bukan pas weekend apa masih rame juga.

        Disukai oleh 1 orang

  2. Di foto-foto internet gimana, mbak? Kalau sama-sama cendol juga, berarti mungkin memang Golden Rock ini setiap hari seperti itu. Tapi memang wajar sih ya sebagai obyek wisata mainstream.

    View saat sunrise dan sunset sama-sama kecenya!

    Disukai oleh 1 orang

Please... I'm glad to know your thoughts

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.