Kita Pernah Berjumpa…


We don’t meet people by accident. They are meant to cross our path for a reason.

Begitu banyak pembelajaran yang saya terima ketika bertemu dengan dirimu, meskipun kita tak sempat bertukar sapa, bertukar nama atau bahkan kadang saya pun tak sempat mengabadikan dalam rupa. Tetapi selalu ada berjuta pesan dan kesan yang tertinggal di dalam jiwa, dari para perempuan yang saya temui di berbagai negara.

ThemeParkWomen
Smiles for The Disneyland Visitors

Saya tak pernah lupa, dirimu yang selalu menghias wajah dengan senyum, untuk memberi rasa gembira bagi para pengunjung taman hiburan. Tak peduli rasa yang jauh tersembunyi di dalam hatimu, tetapi ketika waktunya tiba, saat parade itu, senyum harus menghias di wajahmu, tak peduli panas, tak peduli hingar bingar suasana, namun senyum harus ada disana. Di wajahmu. Karena rasa gembira itu menular…

Saya juga tak pernah lupa dirimu yang sendiri maupun bersama-sama tampil dalam sebuah acara, membuat sebuah kekaguman tersendiri. Dengan gemulai, segala keindahan dirimu terpancarkan, membentuk sebuah harmoni bersama alam sekitarnya. Bukan sekedar dari raga, melainkan memancar dari dalam jiwa. Sejatinya dirimu adalah keindahan dan keindahan adalah dirimu. Bukankah Dia Pemilik Semesta menciptakanmu dengan segala keindahannya?

Namun ada juga dari dirimu yang lain yang berlomba memperindah raga, lupa pada jiwa. Atau memperindah jiwa, lupa pada raga. Boleh jadi saya juga termasuk didalamnya yang masih belum memikirkan keseimbangan yang terjaga. Betapa saya harus banyak berharap ilmu darimu.

Dan saya tak pernah mengabaikan ada seraut wajah yang juga berhias senyum, berhias pakaian menyejuk mata, yang berjalan kesana-kemari diantara para tamu, berfoto bersama, tak jarang ada tangan-tangan tak ramah menyentuhnya.

Namun dirimu dengan ramah menghindar tanpa menghadirkan friksi didalamnya, tetap dengan senyum menghias di muka. Dirimu menunjukkan kekuatan sekaligus kehalusan dirimu sebagai makhluk di bumi, untuk mengatakan ‘tidak’ pada sesuatu yang tidak sepantasnya. Karena masih banyak perempuan yang perlu belajar dari dirimu, bisa juga termasuk saya, yang tak mampu melakukan hal itu, yang hanya bisa menyerah pada keindahan kepalsuan.

Kemudian di banyak negara, saya belajar banyak dari dirimu yang lain, yang telah menabung setiap uang yang dihasilkan dari peluh yang jatuh, koin demi koin, lembar demi lembar. Ada darimu yang menunjukkan sebuah proses atas sebuah karya, sebagian yang lain memberi hiburan dengan denting suara. Dirimu telah memberikan sebuah upaya kerja. Sebuah talenta yang memerlukan masa tersendiri, dan yang tak semua orang bisa.

Namun tak jarang orang yang berkunjung, mungkin juga termasuk saya, hanya melewatimu tanpa seungkap kata terima kasih atau sederhananya senyum tulus atas bagian yang telah dirimu berikan. Kadang bahkan melihat pun tidak, apalagi melepas sedikit dana. Apa susahnya mereka, juga saya? Tidak adakah sedikit keleluasaan dibandingkan dengan dirimu? Bukankah sedikit itu tak mengapa, karena disana terletak kasih antar sesama, apalagi sesama perempuan, sebagai penghargaan atas sebuah upaya dan kerja. Karena kata orang-orang bijak terdahulu, bahwa dengan sedikit cinta itu kita tak pernah tahu bisa terselamatkan dari suatu marabahaya, nanti… suatu ketika.

Dan ketika saya melangkahkan kaki ke satu sudut dunia, terlihat sebuah gambaran yang sungguh memedihkan rasa. Saya percaya di sudut-sudut lain di dunia, masih banyak dari dirimu yang serupa, yang benar-benar memerlukan doa dan bantuan. Karena masih ada dirimu yang mengerahkan semua kekuatan raga agar bisa hidup seadanya dan masih jauh di bawah garis sejahtera.

Dan bahkan setelah kerja luar biasa itu, dunianya tetap mengharuskan dirimu berada di kegelapan belakang sana, mempersiapkan segala sesuatu untuk bisa dimakan bersama, tetap menjadi nomor dua atau tiga, setelah yang utama menikmatinya. Juga membiarkan dirimu bekerja hingga garis-garis tua memenuhi wajah demi hidup agar sejahtera. Mungkin ini sebuah tradisi yang sudah bukan masanya, tetapi tetap masih ada. Meskipun berbagai suara mengatakan ini hanya mengada-ada, tapi bagaimana tidak ada, jika terlihat di depan mata?

Dan betapa saya masih harus banyak belajar darimu mensyukuri berkah dan anugerah berlimpah bisa memiliki keleluasaan, untuk menjadi diri sendiri sekaligus bisa berbuat kebaikan bagi sesama. Memiliki kedamaian hati melakukan sesuatu untuk kepercayaan yang diyakininya. Melakukan dengan kerelaan dan ikhlas seperti membersihkan tempat ibadah, atau mengenakan pakaian sesuai kepercayaannya. Atau membina relasi sosial bersama tetangga atau sanak saudara yang tinggal di dekat rumah, bertukar cerita bersama anak dan keluarga. Sesederhana itu…

Bukankah dirimu juga ditakdirkan sebagai manusia sosial yang suka bercengkrama? Saling bertukar cerita dengan kehangatan yang sama, baik itu keluarga atau sahabat sepermainan. Mencurahkan rasa, baik susah maupun gembira, dengan rasa yang sama, hangat dan penuh empati rasa, karena demikianlah para perempuan yang mulia.

Dan saya perlu terus belajar darimu yang telah menapaki masa-masa berat yang tak mudah, yang menjaga agar tetap mulia hingga akhir masa dirimu, terus berkarya, terus bermakna bagi banyak jiwa, bukan hanya untuk keluarga dan dunia melainkan utamanya hanya untuk Dia Pemilik Semesta.


Pos ini ditulis dalam rangka hari Wanita Internasional (International Women’s Day) yang diperingati setiap tanggal 8 Maret dan juga sebagai tanggapan atas challenge yang kami, Celina & A Rhyme in My Heart, ciptakan sebagai pengganti Weekly Photo Challenge dari WordPress, yang untuk tahun 2019 minggu ke-9 ini bertemakan Wanita, agar kami berdua terpacu untuk memposting artikel di blog masing-masing setiap minggu. Jika ada sahabat pembaca mau ikutan tantangan ini, kami berdua akan senang sekali…

 

 

 

 

 

 

 

3 tanggapan untuk “Kita Pernah Berjumpa…

Please... I'm glad to know your thoughts

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.