Red Torii In Tokyo


Siapa yang tidak kenal dengan Fushimi Inari Taisha di Kyoto yang mendunia gara-gara rangkaian ratusan torii merah memikat dan kontras yang didirikan begitu dekat satu sama lain hingga membentuk sebuah terowongan torii?

Nah, saya ini termasuk orang yang sangat suka dengan torii yang warnanya eye-catching itu atau bentuk torii-nya yang tidak biasa. Di gerbang utama Kuil Fushimi Inari Taisha di Kyoto, saya disambut dengan torii merah yang sangat besar dan tentunya di bagian belakang merupakan tempat rangkaian ratusan hingga ribuan torii yang membentuk sebuah terowongan  hingga ke atas bukit.

Tetapi tidak selamanya bisa ke Kyoto, tempat Kuil Fushimi Inari Taisha yang terkenal itu. Beruntung apabila kita mendarat di Osaka, karena jarak Osaka – Kyoto tidak terlalu jauh. Bagaimana jika kita hanya bisa berkelana di Tokyo dan sekitarnya? Dan bukan ke Kyoto yang berjarak lebih dari 500 km dari Tokyo (dan mahal juga kalau mau memaksa pergi ke kota itu, naik shinkansen 2,5 jam saja perlu mengeluarkan uang lebih dari ¥13,000 sekali jalan, kalau naik bus bisa semalaman 10 jam dari ¥4.000 – ¥12,000, apalagi kalau naik pesawat, mau tidak mau harus mendarat di Osaka sehingga perlu mengeluarkan uang lagi untuk ke Kyoto). Lalu apakah di kuil-kuil Tokyo tidak ada rangkaian torii yang membentuk terowongan? Dan karena alasan itulah, akhirnya saya mencari informasi. Dan ketemu…

Di Tokyo, saya menemukan rangkaian torii yang membentuk terowongan itu di Kuil Hie-Jinja di daerah Akasaka. Walaupun tidak sepanjang dan sebanyak torii yang ada di Fushimi Inari Taisha di Kyoto, minimal tempat ini bisa menghibur hati untuk berada di bawah torii merah 🙂

Dari wikipedia, saya juga baru tahu bahwa torii secara harafiah berarti rumah burung (kalau begitu, saya burung dong kalau berada di bawahnya? 😀 )  Namun sesungguhnya, torii adalah gerbang tradisional Jepang yang umum terlihat di Kuil Shinto, -tempat ibadah salah satu agama yang banyak penganutnya di Jepang-, yang merupakan batas antara wilayah umum yang tidak suci dengan wilayah suci kuil.

Nah, dengan informasi itu saya juga baru menyadari, bahwa kalau kita melihat sebuah Torii, -terbuat dari beton atau kayu-, hal itu berarti kita mendekati suatu Kuil Shinto dan bukan Kuil Buddha. Saya jadi mengingat-ingat apakah saya melalui torii saat mengunjungi kuil-kuil Buddha di Jepang. Akhirnya saya memperkirakan, semua itu mungkin hanya penamaan atau bentuknya saja, namun fungsi harusnya tetap sama, sebagai pembatas atau gerbang antara wilayah umum dan wilayah suci. Bukankah di setiap tempat ibadah ada pembatas itu?

Tetapi ternyata torii tidak hanya sebagai pembatas, karena setahu saya, tidak sedikit torii didirikan di kuil-kuil sebagai persembahan rasa syukur dan terima kasih oleh orang-orang atau perusahaan yang sukses. Dan serangkaian torii itu berwarna merah keoranyean itu kini menjadi daya tarik tersendiri di kuil-kuil  bagi para wisatawan, termasuk saya.

IMG_1106
Torii in Hie Jinja Shrine

Aslinya torii terbuat dari kayu dan diberi cat berwarna merah keoranyean (vermilion), kecuali bagian atas (dikenal dengan sebutan kasagi) dan bagian kaki (dikenal dengan sebutan nemaki) dicat warna hitam, walaupun tidak semua torii memiliki bagian atas (kasagi) yang dicat hitam itu.

Dan warna merah pada torii atau dikenal dengan Aka, -walaupun tidak selalu sama tingkatan merahnya-, memiliki tujuan yang sama di semua kuil, yakni sebagai perlindungan dari semua bentuk kejahatan dan musibah. Selain itu warna merah dipercaya menambah kekuatan dari tokoh yang dipuja di kuil tersebut.

Seperti yang sudah saya sebutkan diatas, saya menemukan rangkaian torii yang membentuk terowongan di kuil Hie Jinja di daerah Akasaka Tokyo, diantara gedung-gedung tinggi. (Sebenarnya ada lagi di Nezu Shrine tak jauh dari Stasiun Subway Nezu. Atau di Kuil Anamori Inari di kota Haneda).

Untuk mencapai Kuil Hie Jinja, sebenarnya tersedia banyak akses, tetapi saya lebih suka turun di Stasiun Akasaka-mitsuke (pakai jalur kereta Ginza G5 atau jalur kereta Marunouchi M11), karena keluar dari stasiun tinggal menyusuri jalan besar hingga mencapai torii batu yang sangat besar lalu berjalan sedikit ke kiri kemudian naik tangga. Jadi saya memasuki wilayah kuil melalui pintu belakang dan dari situ lebih dekat ke rangkaian torii yang menyerupai terowongan itu. Jadi jangan kecil hati kalau hanya bisa berkunjung ke Tokyo namun punya keinginan untuk foto di rangkaian torii.

Dan kalau beruntung bisa juga melihat photo sessions dengan pengantin disini juga lho… atau mau buat photo prewed disini? Silakan…. 😀


Sebagai tanggapan atas challenge yang kami, Celina & saya, ciptakan sebagai pengganti Weekly Photo Challenge dari WordPress, yang untuk tahun 2019 minggu ke-4 ini bertemakan Merah, agar kami berdua terpacu untuk memposting artikel di blog masing-masing setiap minggu. Jika ada sahabat pembaca mau ikutan tantangan ini, kami berdua akan senang sekali…

13 tanggapan untuk “Red Torii In Tokyo

  1. Cerita filosofi red torii ini menarik ya, mbak. Selain jadi penanda juga jadi memperindah, kalo kata anak sekarang menambah nilai estetis 😀

    Disukai oleh 1 orang

  2. Saya baru tahu tentang torii dan falsafah dibaliknya. Menarik juga untuk disimak Mbak.
    Mbak, panjang Torii itu kira-kira kisaran berapa meter ya hingga sampai di kuil? Dan yang tertulis pada setiap tiang-tiang berwarna merah itu kira-kira apa maknanya?

    Salam dari saya di Sukabumi.

    Suka

    1. Wah saya senang bila artikel ini bisa memberi sebuah pemahaman soal torii. Di Kuil Hie Jinja, panjang torii dari bawah hingga puncak sekitar 40 meter, berbeda dengan panjang torii di Kuil Fushimi Inari Taisha panjaaaaaaang banget lebih dari 2kilometer. Dan yang tulisan pada torii (itu bagian belakang ya) adalah ungkapan terima kasih dan nama dari pemberi/donor serta tanggal pemberian.

      Disukai oleh 1 orang

      1. Wuih ada yang sampai 2 km panjang torii-nya Mbak. Dan kalau setiap torii bertuliskan nama donatur, betapa banyak ya yg memberikan donatur. Bikin kagum saja nih sama kehidupan sosial masyarakat Jepang…

        Terima kasih infonya Mbak.

        Salam,

        Disukai oleh 1 orang

    1. Iya mba… waktu disana ada lho sepasang pengantin yg lg foto, mereka sibuk banget foto2nya jadi mau moto mereka kalo gak minta ijin, gak enak. Jadinya yaa cuma ngliatin aja hihihii…
      Kalo soal foto challenge, nah karena challenge itu kita jadi rutin posting. Makanya kita skrg maksa diri sendiri bari bikin challengen sendiri, eh berdua temen siih… hayo ikutan mba.

      Suka

Please... I'm glad to know your thoughts

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.