Laos Selatan – Sebuah Pendahuluan


Setelah tahun 2012 saya mengunjungi kota Luang Prabang yang terkenal sebagai UNESCO World Heritage City dan Vientiane, ibukota negara Lao PDR, yang keduanya terletak di bagian Utara, saya masih meninggalkan satu UNESCO World Heritage Site di Laos, yaitu Wat Phou yang terletak di propinsi Champasak di bagian Selatan bumi Laos. Wat Phou inilah yang kerap memanggil saya untuk datang menjejakkan kaki. Sebagai penggemar candi, apalagi yang masih berkerabat dengan candi Angkorian atau Champa, by any means, dengan segala cara akan saya upayakan datang hehehe…

IMG_1069
One of the galleries of Wat Phou Champasak, Southern Lao PDR

Karena lokasi Wat Phou cukup remote, seakan berada di negeri antah berantah, dan agak jauh dari kota-kota besar maka saya harus melakukan persiapan perjalanan dengan lebih baik. Tetapi herannya sebaik apapun persiapan perjalanan saya, selalu saja pada kenyataannya bisa berbeda dan bagi saya itu semua yang memberi warna dalam sebuah perjalanan. Atau mungkin saya sendiri yang memang pada dasarnya tidak suka terlalu terpaku pada itinerary…

Tetapi yang pasti setelah mengalah terhadap undangan dan panggilan tak henti dari Wat Phou itu, saya mulai serius mempersiapkan perjalanan itu. Paling tidak saya bisa menyelinap pergi kesana sepanjang akhir pekan dengan tambahan satu atau dua hari cuti. Laos bukan negeri jauh, masih di kawasan Asia Tenggara yang relatif dekat dengan Indonesia tercinta. Tinggal mengatur bagaimana cara saya sampai ke Wat Phou itu…

Dan satu roti pun cukup sebagai makan siang demi berkencan dengan simbah gugel untuk perjalanan ini…

Pakse, ibukota propinsi Champasak di Laos Selatan merupakan kota terdekat untuk mencapai Wat Phou dan saya menandai sebagai base sementara saya di Laos. Paling tidak untuk contingency atau emergency, di Pakse terdapat bandara internasional (hehehe… ini kebiasaan mencari escape point)

Sedikit lebih jauh dengan Laos atau secara resmi disebut dengan Lao People’s Democratic Republic (Lao PDR)  merupakan negara yang landlocked, yaitu negara yang seluruh perbatasannya dengan negara lain hanya berupa daratan dengan kondisi sungai dianggap sebagai bagian dari daratan. Laos sendiri berbatas  dengan Myanmar dan China (di Barat Laut), Vietnam (di Timur), Cambodia (di Selatan) dan Thailand (di Barat). Untuk mudahnya membayangkan, jika Vietnam sepanjang pesisir Indochina yang melekuk seksi dan Thailand dan Cambodia yang berada di bagian dalam teluk, maka Laos merupakan negara yang terjepit diantara ketiganya. Kalau masih belum bisa membayangkan, ya… buka petanya saja, yang pasti Laos bukan berada di Afrika atau di Amerika, tetapi laos suka ada di dapur sih

P1040501
Dusk in Pakse, Southern Lao PDR

Bagaimana cara mencapai Pakse?

Pilihan terbang yang merogoh kantong lebih dalam memang berat namun hampir selalu menjadi pilihan bagi saya yang masih jadi karyawan fakir cuti. Terbang dengan rute internasional ke Pakse bisa dari HCMC (Vietnam), Siem Reap (Cambodia) dan Bangkok (Thailand) dan dengan rute domestik tentu saja bisa dilakukan dari Vientiane (ibukota Lao PDR). Jangan tanya harganya… mahal booo’

Dengan beranggapan biasanya rute domestik lebih murah, awalnya saya ingin terbang dari Vientiane ke Pakse, tetapi setelah mengetahui harga tiketnya sekitar 1 jutaan sekali terbang, -yang artinya sama dengan rute terbang internasional dari Siem Reap maupun HCMC ke Pakse-, saya mencoret pilihan terbang ini. Kan saya harus menghitung dana untuk terbang dari Jakarta ke kota-kota hub itu juga kan?

Pertimbangan lain, berdasarkan pengalaman sebelumnya, penerbangan domestik di Laos biasanya menggunakan jenis pesawat ATR72, pesawat baling-baling. Demikian juga penerbangan dari Siem Reap yang juga menggunakan tipe pesawat ATR72 yang walaupun termasuk baru, buat saya tetap tidak sreg. Dan yang lebih memastikan saya mencoret pilihan terbang ini adalah karena setahun atau dua tahun lalu pernah terjadi insiden pesawat jatuh dan tenggelam di Sungai Mekong saat landing ke Pakse walaupun itu lebih disebabkan karena faktor alam.  Lhaaa… Pakse itu di pinggir Sungai Mekong Saudara-saudara…

Via Ubon Ratchathani

Dan tanpa disangka sepotong roti bekal makan siang membuahkan hasil, simbah gugel memberi link untuk terbang ke Ubon Ratchathani, sebuah kota cukup besar di Timur Thailand, dekat perbatasan dengan Laos dan dari sana bisa melanjutkan perjalanan dengan bus sampai Pakse. This is awesome…

IMG_1061
Thung Si Muang – City Landmark of Ubon Ratchathani, Thailand

Inilah makna jika sudah berkehendak baik, Semesta pun mendukung… Ke Ubon Ratchathani (atau biasa disingkat dengan Ubon) bisa menggunakan berbagai moda transportasi, pesawat terbang, kereta, bus (termasuk sleeper bus), kendaraan pribadi, bersepeda atau jalan kaki hehehe…

Ah saya bisa kembali ke Bangkok, kota pertama solo-trip saya bertahun-tahun lalu, kota gemerlap yang membuat degup jantung lebih kencang karena adrenalin yang mengalir (solo-traveler pasti mengenal rasa ini saat pertama kali jalan). Dan saya tidak pernah menyelesaikan semua tempat-tempat wisata di Bangkok, agar saya bisa kembali lagi ke kota ini… Dan saya pasti kembali ke Bangkok dalam perjalanan saya ke Wat Phou kali ini..

Jika hendak terbang dari Bangkok ke Ubon bisa menggunakan yang low-cost Air Asia, Nok Air, Thai Lion Air, Thai Smile (dibawah manajemen Royal Thai Airways) dan lain-lain… Harga promo terbang sekitar 700 Baht. Mau menghemat Baht? Ya bisa menggunakan kereta api. Berangkatnya dari Hua Lamphong, dengan jadwal pagi, senja dan malam, ditempuh dalam waktu 9-12 jam, tergantung pilihan jenis keretanya dengan harga sekitaran 100 ribu hingga 400 ribu Rupiah tergantung kelas tempat duduknya. Pilihan menarik lainnya dengan bus VIP. Berangkat dari terminal Morchit dengan jadwal pagi, sore dan malam, lama perjalanan sekitar 9 jam dengan harga sekitar 200 ribuan Rupiah.

Kalau saya memilih menggunakan pesawat terbang, hanya karena pertimbangan waktu. Saya berangkat dari Jakarta ke Bangkok dengan pesawat pertama dan langsung lanjut ke Ubon sehingga saya bisa menjelajah kota Ubon dari siang hingga malam sehingga paginya bisa langsung ke perbatasan. Saya memilih menggunakan Nok-Air yang juga berangkat dari Don Muang namun berbeda terminal dan 1 jam perjalanan ke Ubon itu saya diberikan snack dan air kemasan kecil. Sangat lumayan dengan harga yang beda sedikit dengan 2nd class sleeper train atau Bus VIP 32 kursi.

Saya belum pernah ke Ubon Ratchathani sehingga saya ingin tahu juga bagaimana kondisi kota yang sebalah timur Thailand yang dekat perbatasan dengan Laos itu.

Melintas Batas Negara Sesuai Keinginan

Sepotong roti bekal makan siang waktu itu yang membawa saya bisa ke Pakse via Ubon Ratchathani masih meninggalkan godaan. Ah, saya memang mudah tergoda untuk hal-hal yang bisa mendesirkan adrenalin lebih cepat…

Sebenarnya ada bus VIP Internasional yang berangkat dari Ubon ke Pakse dan sebaliknya, non-stop, cepat dan ringkat, berangkat dari terminal bus di utara kota Ubon pada pk 08.30 dan sampai ke perbatasan sekitar satu jam kemudian, lalu menunggu seluruh penumpang memproses keimigrasian sekitar 30 menit sampai 1 jam dan melanjutkan perjalanan ke Pakse untuk satu jam selanjutnya. Mudah sekali kan? Saya sebagai penumpang tinggal duduk hingga perbatasan, lalu mengurus keimigrasian untuk keluar dari Thailand dan masuk ke Laos kemudian duduk cantik lagi di bus hingga Pakse. Dan tiket bus itu 200 Baht (sekitar 75ribu Rupiah).

Nah yang membuat saya tergoda adalah saya harus menunggu hingga pukul 8.30 lalu sekitar 3 jam perjalanan menjadikan saya baru sampai di Pakse sekitar tengah hari, padahal saya ingin sekali bisa berlama-lama di Wat Phou. Belum lagi dari Pakse ke Wat Phou yang perlu waktu 40 menit sampai 1 jam naik kendaraan umum. Bisa-bisa saya hanya secepat angin berada di Wat Phou…

Jika saya bisa berangkat jam enam pagi dari Ubon, by any means, ke perbatasan lalu secepat kilat mengurus imigrasi karena sebagai penduduk ASEAN kita hanya perlu kurang dari 5 menit untuk cap-cap pada paspor, kemudian berangkat lagi ke Pakse, lagi-lagi by any means… saya pasti lebih cepat mencapai Pakse. Saya tahu ada harga pengorbanan yang harus dibayar, tetapi ketika bicara soal kecintaan pada World Heritage Site tentu akan saya pertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Mungkinkah Semesta mendukung agar saya bisa sampai menjejak di Wat Phou lebih cepat…?

peta
From Ubon to Thai-Laos Border, to Pakse to Wat Phu Champasak

Bisa pergi tapi pulangnya…?

Lalu sampai Pakse apakah masalahnya sudah selesai? Ternyata belum… Untuk ke Wat Phou harus naik bus ke Champasak, sebuah kota kecil dengan satu jalan besar, lalu dilanjutkan naik tuktuk ke Wat Phou. Yang seru, dari Pakse ke Champasak tersedia bus umum namun jadwalnya hanya ada dua kali sehari, pagi dan siang! Demikian juga di Champasak. Akibatnya, kalau terlambat sampai Champasak dari Wat Phou, pilihannya tinggal dua: silakan jalan kaki kembali ke Pakse atau menginap di Champasak! Waaks!

Oh Tuhan, ini di luar dugaan sama sekali. Saya terbiasa dengan banyaknya moda transportasi di wilayah destinasi, kali ini benar-benar di luar perhitungan saya. Bisa pergi, tetapi tidak bisa kembali…?  Luar biasa

Masalah sebenarnya bisa diatasi dengan menyewa motor sekitar 50000 Kips per hari (sekitar US$7) di Pakse, tetapi saya tidak berani mengendarai motor dari Pakse hingga Wat Phou dengan kondisi jalan di kanan dan panaaaaasss luar biasa, juga karena saya sama sekali tidak mengenal wilayah itu sama sekali. Tetapi selalu ada berita baik ketika semua jalan terlihat buntu.  Saya mendapat kabar bahwa kita bisa menyewa tuktuk seharian untuk keperluan itu. Wow… Amazing. Lagi-lagi impian saya terlihat semakin nyata.

Penginapan

Seperti biasanya jika di sebuah kota dekat dengan sebuah World Heritage Site, pastilah di kota itu tersedia hotel berbintang dari yang mahal hingga penginapan murah meriah. Saya selalu memilih penginapan yang memiliki review bagus di dekat pusat keramaian. Tidak terlalu mahal, tapi juga tidak murah juga, dengan demikian saya akan mudah mencari makan atau sekedar jalan-jalan keliling kota.

Tetapi entah kenapa kali ini saya juga menambahkan pencarian apakah penginapan yang saya pesan itu termasuk ghost hotel atau bukan. Bisa jadi karena saya membaca ada sebuah hotel terkenal di Pakse yang dibangun sejak berakhirnya kerajaan di Laos dan ditinggalkan begitu saja dan sekarang digunakan sebagai hotel. Hahaha… mungkin saya salah ya, tetapi segala sesuatu bisa terjadi kan? Benar-benar tidak lucu kan kalau sampai terbangun malam-malam karena melihat yang datang dari alam lain hehehe…

Cerita detail tentang perjalanan di Laos Selatan menyusul ya…

22 tanggapan untuk “Laos Selatan – Sebuah Pendahuluan

  1. Hahay… akhirnya keluar kisah perdana tentang Laos Selatan (yang ngga ada di dapur). Mbak… mantab banget tuh naik pesawat dengan cuma 700 Baht… *geleng2 kepala… you’re soooo lucky… 🙂

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya nih Na ini teaser doang buat aku soalnya biar inget nulis terus. Hahaha. Sebenernya tiket nok-air itu 6ratus sekian2 tp deket 700 makanya aku buletin. Abis drpd naik kereta/bus lama bgt ya mendingan pesawat wusss sampe. Promonya bagus koq Na drpd AA kadang promonya pun dah mahal.

      Disukai oleh 1 orang

  2. Dari yang saya baca Wat Phou ini memang relatif susah dicapai. Luar biasa sama perjalananmu mbak, nemplok sana nemplok sini, ganti moda transportasi. Gak sabar nunggu kelanjutannya.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahaha Bama bisa aja, mikir awalnya agak ribet tapi setelah dijalani ya emang ribet hahaha tapi sukaaa… salah satu tripku yang seru di asia tenggara hehehe

      Suka

    1. Emang daerah ini agak jarang dilewatin oleh pejalan2 Indonesia. Biasanya ke Laos via Nong Khai ke Vientiane. Makanya saya cerita biar pada dateng via situ juga. Kalo suka alam, Laos selatan juga tempatnya siih.

      Suka

  3. Menarik banget, mbak. Panjang, tapi nggak bosen baca sampai akhir. Jarang blogger yang bisa seperti ini.

    Aku juga mau ke Laos tahun ini!!! Tapi karena kalah start dari mbak Riyanti, jadi Vientiane sama Luang Prabang dulu via Bangkok lalu naik kereta api. Aku suka Bangkok, jadi pengen disempatkan ke sana lagi 😀
    Asyik ya berkelana di kota kecil luar negeri, yang lebih terbelakang dari negara kita, via darat lagi. Nggak sabar nunggu ceritanya!

    Disukai oleh 1 orang

    1. Wah… seru banget pastinya Nug… Luang Prabang itu keren abisss… aku suka disana. Tempat itu bener2 nyaman buat refreshing Nug,
      Dan Bangkok itu emang asik ya Nug.. sy juga suka hahaha…

      Suka

      1. Bangkok itu.. seperti perpaduan modern dan tradisional. Kota lama dan kota baru berdiri berdampingan. Modern dengan BTS dan MRT, tapi tetap punya warung pinggir jalan yang bertebaran di mana-mana. Ada gedung-gedung tinggi pencakar langit, ada juga kuil dan istana yang masih berdiri megah. Buat petualang urban kayak aku, Bangkok itu punya semua hehehe.

        Eh maaf jadi curhat 😀

        Disukai oleh 1 orang

  4. Wah..keren! 🙂
    Jadi pengen ke Luang Prabang lg..hehehe
    Mbak,brarti dari Ubon ke Pakse jadinya naik apa?? Tgl 4 Mei lalu saya naik bus internasional..pengen ngulang rute Ubon-Pakse lagi dan ke Wat Phu lagi..smoga bisa lagi..lagi..lagi
    Terima kasih

    Disukai oleh 1 orang

    1. Wah saya baliknya dari pakse ke ubon yang naik bus internasional. Kalo berangkatnya sengaja mutus2 supaya tau trip pecah2nya. Tp hahaha mahaaalll booo…. tetep praktis naik bus intl itu hahaha..

      Suka

Please... I'm glad to know your thoughts

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.