Melihat dan Merasakan Yang Tak Kasatmata


Creepy and Spooky

Waktu kecil saya itu penakut (dan sampai sekarang masih juga sih walaupun kadarnya tidak separah waktu kecil). Takut karena dengar cerita-cerita horror, nonton film horror dan karenanya takut pada apa yang ada dalam pikirannya seandainya makhluk-makhluk itu muncul di depan mata. Bahkan saat kecil, saya tidak berani menyeberang ruang tengah dari rumah orangtua yang saat itu tak berplafon dan memiliki beberapa genting kaca sehingga langit malam berhias bulan bisa terlihat langsung. Dan justru itu yang menakutkan, bagaimana kalau muka makhluk mengerikan itu muncul di atas genting kaca?

Tapi herannya, walaupun penakut tetap saja nonton film-film horror yang bikin jantung deg-degan dan tidak bisa tidur semalaman. Salah satu film yang berkesan banget ya Poltergeist itu, karena tokoh iblisnya muncul siang hari! Dan makin kesini, film-film yang bikin senewen itu makin seru rasanya. Dan setelahnya pastilah terjadi situasi yang sama selama beberapa hari, minta ditemani ke kamar mandi, atau ke dapur kalau lagi kelaparan pas malam hari, pokoknya tidak mau ditinggal sendiri 😀

Masa takut di rumah sendiri? Hehehe… itu ada ceritanya deh…

Entah kenapa saya memiliki sensitivitas yang agak lebih tinggi dari kebanyakan orang. Sejak SD sudah bersinggungan dengan hal-hal seperti ini, terutama musibah atau kematian. Duluuu… pernah suatu ketika saya mengatakan ‘hati-hati di jalan’ kepada seorang sahabat yang safe-driver yang mau mudik, satu hal yang tidak pernah saya ucapkan kepada dia dan pagi itu terlontar begitu saja. Besoknya, sang sahabat cerita dia tabrakan tapi Alhamdulillah dia baik-baik saja. Sampai sekarang, ucapan yang sangat umum itu hampir selalu berhenti dibibir saya dan tak terucapkan. Mending doa yang lain saat berpisah dengan orang lain…

Yang lebih tak menyenangkan saat berhubungan dengan kematian. Biasanya benak saya dipenuhi dengan situasi berkabung, jika ada orang yang saya kenal akan menghadap Tuhan, walaupun saya tidak mengetahui pasti siapa orangnya! Biarpun saya sedang pesta atau senang-senang, gambaran di pikiran itu tidak berganti ditambah perasaan seakan-akan berada di tengah-tengah situasi berkabung itu. Tidak nyaman sama sekali dan asli, beraaat… Tau kan rasanya saat berada dalam situasi perkabungan dan hal itu terasa berhari-hari bisa seminggu lebih lalu berhenti setelah kejadian. Biasanya saya hanya mengangguk-angguk sendiri kayak sapi menyadari semua tanda itu, oh itu, oh dia… Semakin dekat hubungan keluarga, semakin berat. Saat bapak kos meninggal dunia, hampir seminggu lamanya benak saya dihiasi dengan gambaran penuh kesedihan itu yang membuat saya tidak bisa tidur.

Sampai akhirnya saya merasa tidak sanggup untuk itu dan berdoa agar diberi kekuatan dan ketenangan.

Dikabulkan sih, paling tidak kalau ada yang pergi, belakangan ini situasi yang saya hadapi tidak se-ekstrim dulu, paling mimpi atau seperti dulu tapi lebih mild dan tidak lama. Tetapi bagi saya yang sulit sampai sekarang adalah saat berada di rumah sakit, atau di rumah duka atau tempat-tempat yang bernuansa ‘berat’. Saya seperti kembali ke jaman dulu…

Nah apalagi kalau jadi bisa lihat yang tak kasatmata…

Ya begitulah, walaupun untung saja, tidak selalu dan sangaaat jarang…. (dan semoga engga lagi!)

Duluuu… saat masih awal berkarir sebagai petugas data center, malam itu saya bertugas sendirian untuk penyelesaian akhir hari. Agar tak mengganggu tangan, saya melepas gelang asesories dan meletakkan di tengah meja kerja. Sekelebat, dua kelebat sih sering terlihat melalui ekor mata, kadang membuat bulu kuduk meremang juga. Tetapi, saat gelang saya jatuh sendiri dari meja ke lantai, kejadian itu tidak membuat saya lari ketakutan melainkan lebih kearah situasi tersinggung. Dengan santai saya ambil gelang dari lantai sambil mengatakan, jangan ganggu dong… saya kan sedang bekerja di sini. Setelahnya saya selalu aman sentosa kerja malam disitu (beda dengan rekan saya yang pernah tertidur di tempat yang sama, dan dibangunkan oleh suara dengan badan yang digoyang-goyangkan, dan sambil dihardik, jangan tidur disini!) 😀

Beberapa tahun lalu saya sering bekerja malam sendirian. Walaupun saat itu berfokus pada pekerjaan, terdengar juga sih bunyi-bunyi di kubikal belakang, desir CPU yang bekerja, bunyi kriet-kriet atau geseran kursi atau benda. Saya selalu berpikir positif saja, bisa jadi angin, binatang, atau ada rekan yang lupa mematikan PC-nya. Tetapi biasanya tidak mengganggu. Kalaupun mengganggu, itu adalah kelebatan-kelebatan yang suka terlintas di ekor mata dan kalau sudah sampai menjalar di dinding… itu saatnya saya untuk bilang, Ok.. Ok.. Aplusan yaa… saya pulang deh… 😀

Pernah sekali waktu saya ditugaskan ke Surabaya dan menginap di sebuah hotel yang terkenal di kota itu. Sekali itu saya benar-benar tidak bisa tidur, miring kiri atau miring kanan, di dalam selimut atau di luar selimut, saya merasa ditatap habis-habisan dari kursi yang ada di kaki tempat tidur saya. Ada rasa yang sangat tidak nyaman malam itu… dan untungnya itu malam terakhir di sana…

IMG_0668e

Tetapi ngomong-ngomong soal Surabaya, adik saya punya dua cerita menarik yang terjadi di Surabaya. Karena waktu itu si adik sedang dalam business trip, dia menginap di satu hotel berbintang di tengah kota yang dulu menjadi salah satu pusat peperangan jaman kemerdekaan. Setelah check-in saat malam hari, dengan santai dia menuju kamarnya. Nah karena dia mengenakan sepatu resmi, langkahnya terdengar keras tek-tok-tek-tok-tek-tok di lantai marmer lorong hotel itu. Yang menyebalkan ya itu, ada suara langkah sepatu lain yang mengikutinya tanpa ada fisiknya dan ikut berhenti kalau adik saya berhenti. Ketika melanjutkan jalan, suara langkah kaki itu terdengar lagi… tek-tok-tek-tok-tek-tok berhenti… tek-tok-tek-tok-tek-tok… Aaargh… Males ga sih kalau diikuti seperti ini?

Lain lagi ceritanya saat dia check-in di hotel brand internasional yang terkenal, masih di Surabaya. Mungkin karena lelah seharian kerja dan sudah terbiasa mengucapkan salam, tanpa sadar sepulang kerja malam itu, ia membuka pintu kamarnya yang ada di sudut di lantai hotel itu, sambil mengucapkan Assalamu’alaikum. Dan salam itu dibalas dengan manisnya tanpa ada wujud, Wa’alaikumsalam…. 😀 😀 😀

Tak beda jauh dengan apa yang dialami guru saya saat kehadiran makhluk di sekitarnya. Sekali waktu, saat sholat subuh di musholanya, setelah pembacaan surat Al Fathihah, terdengar suara di belakangnya, Aamiiiiiin…. walaupun pasti tidak ada makmum saat itu. Jujur deh… kalau saat itu jadi imam, konsen ga sih?

Mungkin sama ya seperti manusia, ada yang baik, dan ada yang suka iseng juga. Ibu saya saat mendirikan sholat di rumah kakak di Medan, pernah sekali waktu ditarik-tarik mukenanya ke belakang sampai harus berhenti sejenak. Iseng sekali kan…?

Saya sendiri mendapat pengalaman berhadapan face-to-face dengannya. Haiyaaa sebuah perkenalan…

Pagi jelang siang itu, saya sedang nonton TV sendirian di ruang tamu rumah. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba terasa udara dingin terasa lewat di belakang saya. Saya langsung berdiri dari sofa, berbalik badan dan membelakangi TV. Saat itu saya lihat sosok makhluk di hadapan saya, berwajah tapi tembus pandang, susah dijelaskan tetapi serupa uap air saat mendidih. Sepersekian detik kemudian, setengah sadar dengan apa yang ada di hadapan, saya lari tergopoh-gopoh ke lantai atas bersamaan dengan suara angin ribut menuju pintu keluar di teras belakang… jadi ini toh yang namanya perkenalan di rumah? 😀 😀 😀

Saya pikir hubungan dengan hal-hal demikian hanya di Indonesia dan putus hubungan ketika traveling ke luar negeri. Tetapi ternyata tidak…

Ketika solo-travelling ke Korea, saat berdiam di kamar hotel dikota Daegu tiba-tiba saya merasa udara sangat dingin mendatangi saya di kamar yang tadinya hangat. Karena berpengalaman dengan udara dingin yang tiba-tiba itu, saya tahu ini berhubungan dengan hal-hal yang ‘begitulah’. Dengan cueknya (walaupun bulu kuduk meremang sih), saya menyalakan TV dan memasang dengan volume keras (walaupun ga ngerti bahasa Korea!) lalu ke kamar mandi. Ah, ternyata di kamar mandi ini dinginnya ikuuuuttt… Malah lebih dingin! Sebel banget… 😀

Nah yang terakhir ini, saat ke kompleks Angkor dengan Gara, Sang Pencari Jejak. Waktu itu Gara sedang berusaha memotret di sebuah ceruk yang gelap di Candi Preah Khan. Tetapi karena gelap dan tak bisa terekam di kamera, Gara pergi keluar meninggalkan saya sendiri. Saya mencoba menggunakan ponsel yang sebelumnya bisa bekerja di tempat gelap. Nah, kalau menggunakan kamera ponsel itu kan pasti gelap dulu lalu semakin terang (walaupun banyak noisenya). Jreeeng… saat jelang terang itulah di kamera saya lihat sebuah wajah keras menggunakan atribut topi segitiga (seperti bossnya pasukan pengawal) di layar kamera saya, dan tahu pasti di ceruk itu tak ada satu orangpun. Gelap! Walaupun sesungguhnya tidak bisa berpikir secara lurus, saya tidak meneruskan mengambil foto di tempat itu. Saya menganggap dia bisa menampilkan wajah di kamera sebagai sebuah peringatan. Sepertinya pesannya cuma satu: Don’t do that! Ya sudah saya ikuti, tetapi asli dengkul lemes, ga punya kekuatan, jantung serasa berhenti… Dan dari ngobrol dengan Gara setelahnya, saya diberitahu olehnya, bahwa saya orang ke sekian yang pergi bersamanya dan melihat yang gaib… Aduh seandainya saja saya tahu sebelumnya… 😀 😀 😀

Well, apapun yang terjadi… bukankah ada Dia Yang Maha Kuasa Pemilik Semesta? Period!

Tapi by the way, Anda pernah mengalami juga? Berbagi cerita ga penting ini yuk… 😀

12 tanggapan untuk “Melihat dan Merasakan Yang Tak Kasatmata

  1. Entah kenapa, kayanya itu pengalaman yang seru ya.. Haha. Dulu sih, selalu penasaran ingin bisa rasain dan liat. Tau lah, jaman sekolah, bangga bisa liat dan pamer kemampuan ke temen2. Tapi sekarang sih, bersyukur aja ga bisa liat atau rasain yang kaya gitu. Haha.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahahaha… bener banget deh, kata orang kan Be careful what you wish for, karena biasanya kita gak siap dengan apa yang akan kita dapatkan hahaha… anyway, thanks ya dah mampir…

      Suka

  2. Inilah satu hal yang tak kusuka ketika solo travelling. Bobok sendirian tapi ada yang ‘nemenin’. hehehe

    di hotel bintang lima taraf international di Surabaya, itu hair dryer nyala sendiri trus ada yang buka kran air di kamar mandi. lagi, di hotel bintang 4 kawasan senayan. malam saya nggak bisa tidur, kayak ada yg melototin. pagi pagi, ketika mau brangkat meeting, mbak dari kamar sebelah teriak keluar kamar (masih pakai kimono hotel) dia bilang ada mbak kunti senyum ke dia. Rasaya pingin pingsan, apalagi saya masih ada 1 malam lagi di Jkt.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Hahaha susah ya mba… Surabaya itu top banget deh rupanya dia mau ngeringin rambutnya mbak…
      Bener kan ya mba… susah bobok kalo rasa ada yg mlototin. Samaaa deh… terus gimana mba semalam lagi harus tidur sendiri setelah paginya dapat cerita kayak gitu? 😀

      Suka

Please... I'm glad to know your thoughts

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.